Cerita Mbah Lindu: Berjualan Gudeg Sejak Zaman Jepang

13 Juli 2020 0:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Lindu, penjual gudeg yang kini berusia 100 tahun Foto: Netflix
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Lindu, penjual gudeg yang kini berusia 100 tahun Foto: Netflix
ADVERTISEMENT
Legenda gudeg Yogyakarta, Biyem Setyo Utomo atau Mbah Lindu menghembuskan napas terakhirnya di usia 100 tahun, Minggu (12/7).
ADVERTISEMENT
Mbah Lindu ini memang pantas disebut legenda gudeg Yogyakarta karena sudah berjualan lebih dari 80 tahun atau sejak zaman pendudukan Jepang.
Mudiati (62), keponakan Mbah Lindu menceritakan bagaimana bude-nya itu mulai berjualan gudeg di masa lampau.
"Itu jualan 80-an tahun (sampai) sekarang. Zaman Jepang sudah jualan yang beli londo-londo itu," kata Murdiati ditemui wartawan di rumah duka di Klebengan, Depok, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (12/7).
Suasana rumah duka Mbah Lindu, Legenda Gudeg Yogyakarta Foto: Istimewa
Awalnya Mbah Lindu ini belajar berjualan gudeg dari bude-nya. Mbah Lindu lantas berjualan dengan berjalan kaki. Sebagai penerangan dia menggunakan obor. Hal itu dilakukan sebelum berjualan menetap di Sosrowijayan, Kota Yogyakarta.
"Jualan yang pertama jalan terus pakai obor dan digendong. Pakai obor penerangannya. Terus sampai Sagan, Terban, Tugu. Semalam itu. Akhirnya di Malioboro. (Dulu) tidak menetap kalau ada orang beli berhenti," katanya.
ADVERTISEMENT
Meski sudah dua tahun sudah tidak berjualan lagi, Mbah Lindu tetap turut memasak gudeg di rumahnya seperti ikut merebus telur. Selain itu pendengaran dan ingatannya masih bagus. Dia masih lancar mengenal keluarga dan teman-temannya.
"Pendengarannya masih hebat. Dengan siapa saja masih tahu anak putu (cucu), saudara teman. Ada tamu dari Jakarta Australi masih tahu," ujarnya.
"Masak di sini (lalu) dibawa ke Sosrowijayan," katanya.
Tidak ada pesan khusus dari Mbah Lindu sebelum dia meninggal dunia. Hanya saja dia ingin anak cucunya agar senantiasa guyub rukun.
"Enggak ada pesan apa-apa. Ya cuma pangestoni semua anak cucu yang guyub rukun," katanya.
Sementara itu, Ratiyah (54) putri Mbah Lindu yang meneruskan usaha gudeg ini membenarkan bahwa kemampuan masak gudeg ini turun temurun. Awal mula gudeg menurutnya juga dari Klebengan, tempat lahir Mbah Lindu. Baru setelah itu menyebar ke tempat lainnya.
ADVERTISEMENT
"Dulu kan tidak terkenal. Sekarang gudeg terkenal. Pertama itu Klebengan dari mbah-mbah buyut dulu," ujar Ratiyah yang merupakan anak ketiga Mbah Lindu.
Ratiyah menjelaskan lantaran masih dalam suasana duka, Gudeng Mbah Lindu akan libur dalam beberapa hari.
"Warung tutup nanti ada pemberitahuan. Paling tidak seminggu," katanya.