Cerita Menko Muhadjir Pernah Di-bully karena Sertifikat Nikah

28 Februari 2023 18:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko PMK Muhadjir Effendy dalam jumpa pers pada acara "Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting" di Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko PMK Muhadjir Effendy dalam jumpa pers pada acara "Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting" di Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Muhadjir Effendy menceritakan kisah saat dirinya ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
ADVERTISEMENT
Dia mengaku dahulu di-bully masyarakat karena menerjemahkan visi penanganan stunting Jokowi lewat sertifikasi pernikahan sebagai salah satu syarat menikah.
Hal tersebut diceritakan Muhadjir saat memberikan sambutan pada acara “Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting,” di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (28/2). Ia menceritakan dahulu publik belum tahu sepenuhnya terkait aturan tersebut.
“Saya ingat betul awal beliau memanggil saya untuk menjadi PMK, beliau (Jokowi) sudah menekankan pentingnya penanganan stunting, penanganan persiapan pernikahan, karena itu kalau bapak/ibu masih ingat awal saya jadi Menko saya di-bully oleh publik karena saya buat pernyataan sertifikasi nikah,” cerita Muhadjir.
“Jadi setiap pernikahan harus ada sertifikatnya. Mereka membayangkan ada uang, biasa toh sertifikat ada uangnya, bayar dan sebetulnya tentu itu tidak ada masalah bagi saya, kan mereka belum tahu dan tidak perlu segera tahu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Muhadjir menjelaskan sertifikasi tersebut sebagai bentuk perhatian pemerintah untuk memastikan kesehatan dan kesiapan pihak yang akan menikah, terutama untuk mencegah stunting sejak dini. Ia juga mengapresiasi komitmen Kemenag terkait aturan tersebut yang sudah jalan selama 3 tahun.
“Sekarang alhamdulilah memasuki tahun ketiga sudah berjalan dengan baik. Saya sudah pantau di beberapa daerah, bahwa tadi sudah disampaikan ada komitmen dengan Kemenag bahwa sekarang tidak boleh ada perkawinan sebelum ada sertifikasi, dalam arti mereka harus disiapkan betul. Dicek kondisi kesehatannya, kondisi ekonominya, kondisi kesiapan usia, dan sebagainya, dan itu dengan berbagai solusi yang harus dilakukan,” jelas Muhadjir.
Menurutnya, memahami stunting itu bukan sekadar stunting, tetapi di baliknya ada visi membangun Indonesia yang unggul. Hal ini harus disiapkan betul, dan ditangani secara sistemik sampai betul-betul menjadi manusia produktif.
ADVERTISEMENT
Sertifikat nikah bukan batasi izin nikah
Di kesempatan yang sama, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan perihal sertifikat pernikahan tersebut.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam jumpa pers pada acara "Gerakan Penimbangan Bulanan Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting" di Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (28/2). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Dia menjelaskan, sertifikat pernikahan adalah tanda yang didapat usai melakukan pengecekan kesehatan. Bila dinyatakan ada yang tidak normal, bukan berarti tidak diizinkan menikah.
“Dia anemia atau tidak misalnya, karena jumlah remaja putri yang anemia itu ada 36 persen. Kemudian yang kedua, lingkar lengannya itu kurang dari 23,5 atau tidak. Data kesehatan ada di situ, by name by address sudah ada. Setelah itu baru kita keluarkan tanda bukti bahwa sudah ada pemeriksaan. Nah, kalau toh dia tidak normal tetap kita izinkan menikah. Tapi nanti di-follow up, gitu aja,” lanjut Hasto.