Cerita Nakes di Semarang yang Dipecat usai Tuntut Insentif COVID-19

15 Januari 2023 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi nakes. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nakes. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters
ADVERTISEMENT
Pandemi di Indonesia dinilai berangsur membaik, sejumlah kebijakan terkait pembatasan kegiatan pun ditiadakan. Namun, nasib sejumlah tenaga kesehatan (nakes) yang banting tulang menjadi garda terdepan masih belum mendapat kepastian.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit para nakes yang belum mendapat hak insentifnya. Salah satunya, seorang mantan perawat di sebuah RSUD di Semarang, yang melaporkan permasalahan insentif nakes tersebut pada 2022 lalu, namun berakhir dengan pemecatan.
Awalnya, ia sudah mengirimkan data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan tersebut kepada kepala ruang rumah sakit, namun tak ada hasil yang keluar. Ia pun mengadu pada Tim Kawal Lapor COVID-19 dan ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang.
"Tapi tidak ada kepastian dari Dinkes sejak Oktober. Saya pun menanyakan kembali melalui Tim Lapor COVID-19, dan saya diminta untuk mengirimkan data pengusulan insentif agar dilakukan verifikasi Inspektoral Jenderal (Itjen) Kemenkes," paparnya lewat rekaman suara yang ditayangkan di konferensi pers Lapor COVID-19, Minggu (15/1).
ADVERTISEMENT
Data dari surat tersebut kemudian didisposisikan ke Dinkes Semarang dan diteruskan kepada rumah sakitnya bekerja sehingga data pribadinya diketahui pihak manajemen rumah sakit.
Pada 14 Desember 2022, ia pun diminta untuk menghadap wakil direktur rumah sakit untuk disidang.
"Saya dipanggil pihak manajemen melalui kepala ruang saya, oleh wakil direktur saya disidang. Ia menjelaskan pelanggaran rumah sakit, karena saya melaporkan bisa diberi punishment ringan sampai berat. Ringan itu tidak diberi jasa medis atau kinerja, sampai yang berat (yakni) pemberhentian," ungkapnya.
Seorang sopir menyemprotkan cairan disinfektan pada kendaraan ambulans usai pengangkut pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Undata, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (23/2/2022). Foto: Basri Marzuki/ANTARA FOTO
Pada 18 Desember, ia mendapat surat undangan ujian perpanjangan kontrak. Tertulis surat tersebut dibuat pada 14 Desember, hari di mana ia disidang oleh manajemen rumah sakit.
"Diketahui sebelumnya saya sudah melakukan ujian untuk pegawai tetap dan baru ada yang namanya ujian perpanjangan kontrak," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pada 23 Desember, ia kembali dipanggil wakil direktur rumah sakit dan dinyatakan tidak lolos ujian psikotes tersebut. Namun, hingga saat ini ia menyebut tidak pernah ada rilis resmi dari hasil ujian tersebut.
"Tepat di 2 Januari, saya diminta menghadap ke kepegawaian dan diberi surat pemberhentian tertanggal 30 desember. Mulai di 2 Januari tersebut saya sudah dinyatakan diberhentikan dan tidak punya pekerjaan sampai sekarang," ungkapnya.
Mantan nakes yang tak disebutkan identitasnya tersebut menceritakan pengorbanannya merawat para pasien COVID-19. Ia mengatakan, ada momen krisis pandemi COVID-19 yang membuatnya sampai bekerja menangani 10 sampai 12 jenazah dalam satu malam di rumah sakit itu.
Ia tak menyangka, justru upayanya mendapat hak insentif berakhir pada pemberhentian dan membuatnya kini tak dapat menafkahi ketiga anaknya. Salah satunya masih berusia balita.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, nakes tersebut juga merasa terpukul secara psikologis.
"Ini jadi pukulan yang berat buat saya, saya tidak memperjuangkan hak pribadi saya sendiri, saya di sini menanyakan hak semua nakes yang merawat pasien COVID di seluruh Kota Semarang," tandasnya.
Terkait masalah insentif yang tak cair ini, Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, perihal tersebut merupakan kewenangan pemda.
"Itu di RSUD kewenangan pemda ya, kan yang mengajukan faskesnya (pemda). Karena yang memverifikasi tanggung jawab faskes masing-masing," katanya.