Cerita Pedagang Kain di Medan Diimbau Tutup karena PPKM: Kami Mau Makan Apa?

13 Juli 2021 19:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Pajak Ikan Lama, Kecamatan Medan Barat, tampak sepi, Selasa (13/7). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Pajak Ikan Lama, Kecamatan Medan Barat, tampak sepi, Selasa (13/7). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
PPKM Darurat diberlakukan di Kota Medan mulai Senin (12/7) hingga Selasa (20/7). Pemerintah meminta tempat yang berpotensi mengundang keramaian ditutup.
ADVERTISEMENT
Salah satunya di Pajak (Pasar) Ikan Lama, Kecamatan Medan Barat. Satgas Gabungan COVID-19 mengimbau toko-toko nonesensial di sana ditutup hingga masa PPKM Darurat berakhir.
Kebijakan ini menuai pro kontra dari para pemilik toko. Para pemilik toko kain bagian depan banyak yang menuruti permintaan satgas, namun sebagian lainnya banyak yang tak menjalankan instruksi itu.
Suasana di Pajak Ikan Lama, Kecamatan Medan Barat, tampak sepi, Selasa (13/7). Foto: Dok. Istimewa
Mereka ingin tetap buka demi menambah penghasilan karena ada karyawan yang butuh digaji.
“Kami bukan bicara untung, kami memikirkan bagaimana nasib karyawan kami, anak istrinya mau makan apa?” ujar salah seorang pemilik toko, Endar Muda Lubis (61), kepada wartawan, Selasa (13/7).
Menurutnya, bila toko ditutup harusnya pemerintah punya solusi bagi rakyat kecil. Selama pandemi dia juga menjelaskan bahwa penghasilan mereka menurun 50 persen.
ADVERTISEMENT
“Saat ini mencari uang Rp 1 juta per hari dari penjualan itu sangat sulit. Bagaimana kami mau menggaji karyawan. Apalagi ini sampai disuruh tutup,” ujar Endar.
Keluhan serupa juga dirasakan salah seorang karyawan toko bernama Legimin. Bila sampai ditutup, dia khawatir tak mencukupi hidup.
“Kalau toko tutup, kami mau makan apa?” ujar Legimin.
Suasana di Pajak Ikan Lama, Kecamatan Medan Barat, tampak sepi, Selasa (13/7). Foto: Dok. Istimewa
Legimin menyadari bahaya corona terus mengintai, namun dia juga takut kelaparan. Sehari-hari dia hanya diupah Rp 80 ribu. Bila tidak bekerja, dia tidak punya penghasilan.
Dia sangat berharap toko masih bisa dibuka atau ada bantuan sosial untuknya.
“Dibuka saja. Atau kami diberi bantuan. Itu harapan kami,” ujar Legimin.