Cerita Penumpang KRL Rela Resign Demi Hindari Transit di Manggarai

8 Februari 2023 15:19 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
Penumpang KRL Commuter Line memadati stasiun saat transit di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (30/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang KRL Commuter Line memadati stasiun saat transit di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (30/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Transit di Stasiun Manggarai bak mimpi buruk melawan zombie bagi Siti. Ia sampai nekat menempuh jalan yang berbeda untuk keluar dari mimpi buruk itu; resign dari kantor lama supaya tak lagi transit di Manggarai.
ADVERTISEMENT
Meski sudah menjadi pekerja tetap selama dua tahun di kantor lamanya yang terletak di Sudirman, Jakarta Pusat, Siti rela harus banting setir, kerja di bidang yang berbeda dari kantor sebelumnya. Sebab, menurutnya, kesehatan mental yang utama.
"Saya merasa bisa gila kalau terus harus lewat Manggarai di jam-jam peak hours. Saya benar benar merasa sangat tersiksa di perjalanan terutama saat transit di Manggarai, sangat melelahkan, menyebalkan dan memusingkan," ujar Siti kepada kumparan, Rabu (8/2).
Sejak S05 berlaku pada April 2022, perjalanan dari rumahnya di Citayam menuju Sudirman adalah salah satu pengalaman paling buruk di hidupnya. Berdesakan di tangga yang sempit, lift yang terkadang tak berfungsi, hingga berkejaran dan 'berperang' dengan waktu yang terbatas untuk bisa mencapai gerbong kereta.
Calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta pada Senin (26/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Siti pun sempat mencoba alternatif lain, seperti turun ke stasiun Gondangdia. Tapi ongkosnya semakin berlipat. Pernah ia mencoba naik ke arah Kampung Bandan dari Stasiun Sudirman, tapi itu juga melelahkan baginya. Bagaimana tidak, itu sama saja dengan memutar dan memperpanjang perjalanannya.
ADVERTISEMENT
"Dan di Stasiun Kampung Bandan, gap antara platform stasiun dengan kereta sangat tinggi celahnya, sampai lutut kena dada untuk bisa naik kereta, benar benar menguras energi," lanjutnya.
Alhasil, sudah cukup sebulan menggunakan layanan KRL dengan transit di Stasiun Manggarai dan mencoba-coba jalan alternatif.
"Saya lebih memilih resign dari kantor dan pindah ke perusahaan yang berlokasi di daerah Kemang. Walaupun dengan bisnis line yang berbeda, tapi karena pertimbangan jarak dan menghindari transit di Manggarai," ujarnya.
Meski sudah resign dan tak lagi harus transit di Manggarai, namun Siti tetap menaruh harapan kepada perbaikan transportasi KRL di Jabodetabek.
Menurutnya, prasarana seperti eskalator dan lift dapat diperbanyak dan dipastikan berfungsi agar membantu transit para penumpang.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau masih bisa dikembalikan seperti dulu jalurnya akan lebih baik," tandasnya.

Pengamat minta rute dikembalikan seperti awal atau memperbaiki prasarana

Pengamat transportasi Deddy Herlambang mengungkap, 60 persen penumpang KRL berasal dari arah Bogor. Jumlah itu membuat penumpang dari arah Bogor menjadi yang terbanyak, kedua adalah Rangkasbitung atau Serpong dan yang paling sedikit berasal dari arah Bekasi.
Namun, ia menyayangkan, yang justru diminta untuk turun dan transit di Manggarai adalah penumpang dari arah Bogor. Sehingga, kebijakan S05 yang mewajibkan penumpang dengan KRL Bogor ke arah Tanah Abang dan Sudirman transit di Manggarai, membuat keruwetan.
"Ironis, justru yang penumpangnya banyak dari Bogor diminta transit," ujarnya.
Pengamat transportasi Deddy Herlambang. Foto: Aji Cakti/ANTARA
Menurutnya, lebih baik KRL dari arah Bogor langsung ke Tanah Abang dan Sudirman, tak perlu transit di Manggarai.
ADVERTISEMENT
"Saran saya balik seperti dulu. Jadi yang dari Bogor itu keretanya langsung ke Tanah Abang dan Sudirman, karena orang yang kerja di Sudirman banyak dari sana (Bogor) dan lebih banyak daripada yang turun di Kota," paparnya.
Namun, apabila terpaksa tak dapat diubah, ungkapnya, harus ada perbaikan prasarana. Deddy pun menekankan pada pelebaran ruang transit yang mencakup tangga stasiun, lift, eskalator dan ruang peron yang diperlebar.
Sebab saat ini peron dan luas tangga di Manggarai dinilai sangat sempit.
"Menuju tangga pun sangat sempit. Ribuan orang transit itu sangat sempit, lift nya juga sering trouble. Jadi itu menambah masalah. Tapi kalau memang skenarionya begitu, ruang transitnya atau transfer ruangnya harus nyaman, lebih luas," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Indonesia dapat mencontoh stasiun-stasiun di Singapura dan China. Pemerintah dua negara tersebut mengatur alur transit dengan tertib dan menambah eskalator yang tersusun tiga hingga empat untuk satu arah.
"Stasiun di Singapura untuk transit itu kan luas ya. Jadi eskalator itu tersusun tiga satu arah semua. Di China bisa empat eskalator naik semua. Di kita hanya dua, eskalatornya itu pun berlawanan arah, yang satu naik yang satu turun. Ya jelas kurang," tandasnya.