Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Cerita Perseteruan Panjang Siti Masitha dengan PNS Kota Tegal
30 Agustus 2017 19:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB

ADVERTISEMENT
Ada yang unik di balik penangkapan Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno oleh KPK, Selasa (29/8). Sejumlah orang terlihat mencukur gundul kepalanya di depan kantor Wali Kota di Kompleks Pemerintahan Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (30/8).
ADVERTISEMENT
Aksi itu dilakukan oleh sejumlah pegawai negeri nonjob di Tegal sebagai wujud rasa syukur atas penangkapan Siti Masitha oleh KPK.
Sehari sebelumnya, begitu terdengar berita Siti Masitha tertangkap KPK, ditanggapi oleh para PNS nonjob itu dengan melakukan sujud syukur. Mereka juga membawa spanduk yang bertuliskan "Keadilan untuk Rakyat Kota Tegal."
Apa yang dilakukan oleh para PNS ini bukan tanpa alasan. Siti Masitha atau yang akrab disapa Sitha punya cerita tersendiri dengan para abdi negara tersebut. Wali Kota perempuan pertama di Kota Tegal itu pernah berseteru panjang dengan sejumlah pejabat eselon II dan III di lingkup Pemertintahan Kota (Pemkot) Tegal yang berujung pada pemberian sanksi nonjob dan pembebasan jabatan kepada mereka.
ADVERTISEMENT

Persoalan bermula ketika mereka mengkritik kepemimpinan Sitha. Pemerintahan Sitha dianggap tidak berjalan dengan baik karena adanya ketidakharmonisan dengan Nursholeh selaku Wakil Wali Kota. Sitha juga disebut berlaku arogan dan sewenang-wenang terhadap aparat birokrasi di lingkungan Pemkot Tegal.
Kritikan tersebut ternyata berdampak serius. Pada 21 April 2015, Sitha menerbitkan Surat Keterangan (SK) nonjob dan pembebasan jabatan kepada 15 PNS eselon II dan III.
Khaerul Huda salah seorang PNS yang di nonjobkan menyebut terdapat sepuluh PNS eseolon II dan lima PNS eselon III. Khaerul dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan. Khaerul memang dikenal vokal mengkritisi pemerintahan Sitha.
Penerbitan SK ini direspons dengan aksi unjuk rasa sejumlah PNS dan aktivis Kota Tegal. Mereka menggelar orasi dan melakukan aksi mogok bekerja di sejumlah instansi pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Bukannya dicabut, jumlah PNS yang dicopot malah bertambah. Adalah Direktur Utama (Dirut) PDAM Kota Tegal, Bambang Sugiarto yang harus rela dicopot dari jabatannya pada 7 Mei 2015. Alasan Bambang dicopot diduga karena dirinya ikut serta dalam beberapa kali aksi menolak kepemimpinan Siti Masitha.
Ia menganggap hal tersebut sebagai bentuk kesewenang-wenangan dan menilai pencopotan dirinya cacat hukum. Saat itu Bambang menyebut telah mempersiapkan sejumlah bukti untuk menggugat Sitha.

Kisruh antara Sitha dan sejumlah PNS ini pada akhirnya diselesaikan di meja hijau. Sebanyak sembilan pejabat eselon II menggugat SK Wali Kota terkait pembebas tugasan mereka ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Semarang. Begitu juga dengan Bambang Sugiarto yang menggugat SK pencopotan dirinya juga ke PTUN Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Gugatan keduanya kemudian dikabulkan oleh PTUN Semarang. Sayangnya, konflik ini tidak berhenti disitu. Sitha mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya terhadap keputusan PTUN semarang yang mengabulkan gugatan sembilan orang PNS yang di nonjobkan.
Namun, bukan kemenangan yang didapat, lagi-lagi Sitha harus keok melawan anak buahnya. Putusan PTTUN Surabaya pada 8 Juni 2016 memperkuat keputusan PTUN Semarang yakni Sitha harus merehabilitasi dan mengembalikan jabatan sembilan orang PNS tersebut ke posisi semula. Meski begitu, hingga September 2016 kesembilan PNS tersebut belum kembali ke jabatannya seperti semula.
Siti tampaknya belum 'menyerah' untuk melawan bawahannya. Ia mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan PTTUN ke Mahkamah Agung (MA). Pada perlawanan ketiganya ini, lagi-lagi Sitha harus gigit jari. MA dalam surat keputusan Nomor 163 PK/TUN/2016 menolak gugatan Sitha. Dalam keputusannya, majelis hakim yang terdiri dari Is Sudaryono, Irfan Fachruddin, dan Supandi menilai, permohonan PK yang diajukan tidak beralasan sehingga harus ditolak.
ADVERTISEMENT
Sudah berkekuatan hukum tetap, Sitha belum juga mengembalikan jabatan sembilan orang PNS yang menggugatnya.
Konflik terus berlanjut hingga akhirnya perseteruan panjang ini terhenti ketika Sitha tertangkap operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK di rumah dinasnya pada Selasa, (29/8) lalu.