Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Cerita Ramala Seiko, Warga Jepang yang Masuk Islam
24 November 2017 14:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Masjid Camii di Shibuya, Tokyo, menjadi saksi bisu pernikahan Seiko Okamoto dan WNI bernama Mansur pada 1967 silam. Setelah selesai kuliah di Universitas Akita, mereka berdua mengikat janji sehidup semati. Seiko, yang tadinya menganut agama Shinto, rela meninggalkan kepercayaannya demi menikahi pujaan hati.
ADVERTISEMENT
“Orang tua tidak melarang sama sekali ketika saya masuk Islam,” kata Seiko kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (24/11). Setelah menikah, dia memakai nama Ramala di depan Seiko.
Pasangan ini hidup rukun di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Mereka memiliki seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Hingga pada tahun 2015, Mansur meninggal dunia.
Seiko menerangkan, bagi orang Jepang, agama adalah urusan masing-masing. Karena itulah, ketika dia memutuskan untuk menjadi mualaf, tidak ada hambatan atau tekanan dari pihak mana pun.
Seiko adalah penganut Islam yang taat. Dia selalu mengenakan kerudung, melaksanakan salat 5 waktu, berpuasa, bahkan dia sudah mendapat kesempatan untuk beribadah haji.
Nenek berumur 73 tahun ini juga menjaga hubungan baik dengan keluarganya di Prefektur Akita, kampung halamannya. “Musim sakura lalu baru saya ke sana,” ujar Seiko.
ADVERTISEMENT
Meski kini kepercayaan Seiko berbeda dengan anggota keluarganya di sana, dia tidak dikucilkan.
“Waktu itu saat pulang jalan-jalan ke masjid di Shibuya,” cerita Seiko dalam bahasa Indonesia yang sedikit terbata-bata. Masjid itu adalah tempat dia dan mendiang suaminya menikah dulu.
Di sela-sela perjalanannya, Seiko menyempatkan diri untuk berwisata ke kuil Shinto. Meski demikian dia menegaskan tujuannya hanya untuk berwisata saja.
“Kalau kita Islam, ya, biasa saja, yang lain (orang Jepang) tunduk di depan kuil,” terang Seiko. Dia berujar, budaya agama asli Jepang itu masih cukup kental hingga sekarang.
Sebenarnya dulu Seiko sempat mengikuti pelajaran agama Katolik. Dia bercerita, pastur-pastur di sana suka mengumpulkan anak-anak setiap Minggu sore.
ADVERTISEMENT
“Tapi, ya, karena memang jalannya (masuk Islam) kali ya, saya tidak tertarik untuk masuk agama itu,” kata Seiko.