Cerita Ricky Rizal Diminta Ferdy Sambo Tembak Yosua

20 Oktober 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo, tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo, tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sambo: Kamu berani enggak tembak Dia (Yosua)?
Ricky Rizal: Tidak berani Pak, karena saya enggak kuat mentalnya Pak.
ADVERTISEMENT
Sambo: Tidak apa-apa, tapi kalau dia [Yosua] melawan, kamu backup saya di Duren Tiga.
Percakapan itu terjadi di kediaman pribadi Ferdy Sambo di rumah Saguling, Jakarta Selatan, Jumat 8 Juli 2022. Awalnya, Sambo memanggil Ricky dan menanyakan peristiwa apa yang terjadi di Magelang.
Setelah Ricky jawab tidak tahu, Sambo kemudian menyebut Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melecehkan istrinya. Setelahnya, percakapan di atas pun terjadi.
Hal tersebut termuat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Percakapan itu turut dimuat dalam eksepsi atau nota keberatan dari kuasa hukum Ricky terkait dakwaan jaksa.
Dalam eksepsi itu, pihak Ricky menjelaskan bahwa apa yang dilakukan kliennya menunjukkan sisi kepribadian Ricky yang berani menolak perintah atasan, jenderal bintang 2, untuk melawan hukum. Hal itu dinilai harusnya bisa masuk dalam pertimbangan dakwaan.
ADVERTISEMENT
"Jaksa Penuntut Umum yang menyimpulkan sendiri bahwa dengan tidak mengkonfirmasi atau membantah pernyataan Saksi Ferdy Sambo yang mengatakan "tidak apa-apa, tapi kalau dia (Yosua) melawan, kamu backup saya di Duren Tiga" adalah suatu persetujuan, maka Kami berpandangan Jaksa Penuntut Umum tidak bijak dan tidak cermat dengan keterangan BAP saksi Ferdy Sambo yang bahkan tidak menyebutkan lokasi Duren Tiga dan Jaksa Penuntut Umum menyimpulkan sendiri tanpa mempertimbangkan Terdakwa Ricky Rizal Wibowo yang sudah berani menolak perintah seorang Jenderal yang menganjurkan untuk melakukan tindakan melawan hukum," kata kuasa hukum Ricky di PN Jaksel, Kamis (20/10).
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Ricky Rizal, usai jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dalam eksepsi, kuasa hukum Ricky juga menceritakan peristiwa usai kliennya ditanya oleh Sambo berani atau tidak mengeksekusi Yosua. Saat itu, Ricky diminta oleh Sambo untuk memanggil Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk naik ke lantai 3 rumah Saguling.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum mengatakan dari keterangan sejumlah saksi, wajah kliennya itu nampak pucat dan panik. Dalam dakwaan, Ricky tak memberi tahu Eliezer maksud Sambo tersebut. Padahal, Ricky disebut sudah tahu apa yang akan diperintahkan Sambo kepada Eliezer.
Kuasa hukum Ricky menjelaskan alasannya. "Hal ini dikarenakan Terdakwa Rizky Rizal Wibowo memanggil Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan perasaan bingung atas apa yang barusan didengarnya (mengenai pertanyaan Saksi Ferdi Sambo yang bertanya apakah Terdakwa berani menembak Korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat)," kata kuasa hukum Ricky.
Hal tersebut, lanjut kuasa hukum, sesuai dengan Berita Acara Konfrontasi yang dibuat pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2022 yang menyatakan:
Sesampainya saya di bawah menghampiri Richard Eliezer Pudihang Lumiu kemudian saya dengan perasaan bingung kemudian menyampaikan kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan berkata “Richard dipanggil bapak di lantai 3, kemudian Richard Eliezer Pudihang Lumiu bertanya kepada saya “ada apa bang?... kemudian saya menjawab “ngga tau….”, setelah itu Richard Eliezer Pudihang Lumiu masuk ke dalam rumah sedangkan saya selanjutnya duduk-duduk di kursi kayu seberang rumah saguling di depan kediaman bersama-sama Om Kuat, Yosua, Daden, Prayogi, Romer.
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Kuat Ma'ruf, usai jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (20/10/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Ditemui usai sidang, kuasa hukum Ricky kembali membeberkan asalan mengapa kliennya menolak perintah Sambo eksekusi Yosua. Namun dia tidak mencegah penembakan itu agar tidak terjadi. Hal tersebut dikarenakan kondisi psikologis.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa dia pernah diminta tapi lihat psikologinya, seseorang ini yang meminta ialah seorang jenderal apakah mungkinkah dia pergi keluar, membuat gerakan ke luar pergi melapor? bisa enggak itu, itu suatu hal yang, jangankan, lihat itu para jenderal yang lain anak buah Sambo menolak perintah yang lain apalagi ini pangkat bripka dengan jenderal," kata dia.
Kemudian, ada juga ketakutan dari Ricky untuk bicara ke Yosua soal perintah Sambo itu. Bisa-bisa, kata kuasa hukum, Ricky juga ditembak. Itu menjadi kekhawatiran kliennya sehingga tak buka suara.
"Pasti, enggak mungkin (tidak), semua takut, kalau ngomong ke Yosua nanti ketahuan nanti kejadian apa-apa, nanti saya juga yang ditembak," kata kuasa hukum menceritakan cerita Ricky.
Ditambah, Ricky kerupakan ajudan Sambo dengan latar belakang petugas lantas, bukan brimob.
ADVERTISEMENT
"Dia mengetahui Sambo ketua pimpinan propam, Satgasus dan dia lihat itu tadi power, dan dia aslinya ajudan bukan ajudan, yang dia spesifiknya mengurus anak Sambo sekolah di taruna di Magelang. Dan sehari-hari dia adalah petugas lantas, bukan Brimob yang biasa fight," ungkapnya.
Adapun dalam dakwaan, perintah eksekusi akhirnya dilimpahkan oleh Sambo ke Eliezer. Hingga akhirnya eksekusi dilakukan di Rumah Duren Tiga. Tiga sampai empat peluru dilesatkan oleh Eliezer ke tubuh Yosua atas perintah Sambo. Kemudian diakhiri dengan tembakan pamungkas oleh Sambo ke kepala belakang Yosua. Sang brigadir pun tewas.
Saat itu Ricky berada di belakang Sambo bersama dengan Kuat Ma'ruf. Dalam dakwaan, disebutkan keberadaan Ricky untuk membackup apabila Yosua melawan. Sementara Kuat berinisiatif membawa pisau apabila Yosua melawan.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Chandra, Kuat Ma'ruf dan Richard Eliezer didakwa melanggar Pasal 340 atau Pasal 338 KUHP atau juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati.