Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Saksi Antar Surat Sidang Etik Brotoseno ke Sambo di Hari Eksekusi Yosua
10 November 2022 20:24 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ariyanto, pekerja harian lepas di Kadiv Propam, ruangan Ferdy Sambo , bercerita sempat mengantarkan surat etik Raden Brotoseno ke rumah Saguling, milik Sambo pada Jumat 8 Juli 2022. Hari yang sama dengan waktu eksekusi Brigadir Yosua.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diceritakan Ariyanto saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk bersaksi terhadap terdakwa obstruction of justice dalam pembunuhan Brigadir Yosua, Irfan Widyanto dan Hendra Kurniawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11).
"[Jumat 8 Juli] Saudara, kan, berangkat ke Saguling mengantarkan? " tanya Jaksa.
"Surat hasil sidang Brotoseno, sidang putusan kayak kode etik," kata Ariyanto.
Namun Ariyanto mengaku tak bertemu dengan Ferdy Sambo. Ia bilang, kalau surat tersebut hanya diterima oleh ajudan Sambo, Daden Miftahul Haq.
"Saudara ketemu siapa, Sambo apa gimana?" tanya Jaksa.
"Itu diterima staf Beliau, namanya Daden," kata Ariyanto.
Oleh Jaksa lain, cerita Ariyanto kemudian kembali digali.
"Saat hari Jumat saksi ceritakan tadi, itu surat apa yang Saudara antarkan tadi?" tanya Jaksa.
ADVERTISEMENT
"KKEP, jadi surat hasil putusan sidang disiplin," kata Ariyanto.
"Untuk siapa?" kejar Jaksa.
"Waktu itu Pak Brotoseno," jawab Ariyanto.
Brotoseno ialah anggota Polri yang menjadi terpidana kasus korupsi. Namun, setelah bebas, ia tetap menjadi polisi. Hal itu yang kemudian menjadi sorotan, sebab seorang polisi berstatus eks napi korupsi.
Alhasil, Brotoseno kembali disidang etik. Pada 8 Juli 2022 itu, sidang menyatakan Brotoseno dipecat.
"Siapa yang perintahkan saksi ke sana?" kejar Jaksa.
"Pak Chuck [terdakwa Chuck Putranto], Pak Chuck yang minta antar surat itu ke Saguling, karena bapak tidak ada di kantor sedangkan surat itu urgent yang memang harus ditandatangani," kata Ariyanto.
"Jam berapa?" tanya Jaksa.
"Saya persisnya enggak tahu, cuma yang saya ingat, saya tiba kantor pas azan Maghrib," ungkap Ariyanto.
ADVERTISEMENT
Ariyanto kembali ke kantor Propam Polri usai mengantarkan surat tersebut. Ia pun mengaku bahwa hari itu, Sambo memang tak sedang berada di kantor.
Namun itu membuat majelis hakim curiga. Sebab, Ariyanto mengaku kerjanya itu menyesuaikan waktu Sambo, bila Sambo sudah tidak di kantor, dia juga akan pulang. Tapi hari itu, Ariyanto berada di kantor Sambo hingga 24 jam, padahal bosnya tidak ada di sana.
"Tanggal 8 itu waktu itu [saat mengantar surat] apakah sudah ada di rumah waktu itu Ferdy Sambo?" tanya hakim.
"Sudah ada," kata Ariyanto.
"Jam berapa?" tanya hakim.
"Kalau tidak salah, sore," jawab Ariyanto.
"Kemana lagi?" kejar hakim.
"Saya langsung ke kantor nyampe ke kantor azan magrib," kata Ariyanto.
ADVERTISEMENT
Hakim lalu membacakan BAP Ariyanto:
"Ini di BAP saudara sampai jam 24 di yang di tanggal 8 dari jam 18 sampai jam 24, tadi saudara ditanyakan saudara bahwa pulang setelah Sambo pulang, ini Sambo tanggal 8 sudah pulang pas nganter surat, tapi saudara ini masih di kantor ada apalagi?" tanya hakim penasaran.
"Karena setahu saya beliau main bulu tangkis," jawab Ariyanto.
"Atau bulu tangkisnya di kantor?" kejar hakim.
"Jadi pada saat beliau bulu tangkis pulang ke kantor mandi-mandi bebersih," ungkap Ariyanto.
"Ada enggak dia ke kantor?" tanya hakim, lagi.
"Enggak ada," kata Ariyanto.
"Makanya kok lama sekali udah enggak ke kantor jam 12 malam, ada peristiwa apa kok sampai malam tadi, kan, saudara membereskan kalau Sambo sudah pulang, ini dia enggak balik kantor, tidak juga main badminton atau tidak mandi lagi di kantor, tapi saudara tetap bertahan sampai jam 24 ada kegiatan apa di situ?" tanya hakim.
ADVERTISEMENT
"Enggak ada. Standby, aja pak. Takut ada perintah," kata Ariyanto
"Kalau ada perintah memang gak dihubungi dulu?" timpal hakim.
"Dihubungi," kata Ariyanto.
Itu yang membuat hakim curiga. Sebab, Ariyanto mengaku baru mengetahui peristiwa pembunuhan Yosua itu pada hari Senin, padahal standby hingga pukul 24 di kantor Sambo.
"Lah, iya, kok saudara standby sampai jam 24. Saudara mengetahui kejadian tembak-menembak Senin, Senin kapan?" tanya hakim.
"Senin di tanggal 11," jawab Ariyanto yang mengaku sudah bertahun-tahun kerja dengan Sambo.
"Tanggal berapa kejadiannya?" kejar hakim lagi.
"Tanggal 8" kata Ariyanto.
"Di tanggal 8 saudara, kok, selama itu dari jam 18 sampai jam 24 Sambo juga tidak datang," curiga hakim.
Ariyanto adalah salah satu saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa obstruction of justice, Irfan Widyanto.
ADVERTISEMENT
Irfan didakwa bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo. Kelimanya disebut terlibat dan ikut serta dalam pengamanan dan pemusnahan CCTV Duren Tiga, tempat eksekusi Brigadir Yosua.
Bersama Ferdy Sambo, kelimanya didakwa turut menghalangi penyelidikan pembunuhan Brigadir Yosua dengan cara mengamankan dan memusnahkan alat bukti CCTV.
Atas perbuatannya, mereka bersama Sambo didakwa melanggar Pasal 49 KUHP juncto Pasal 33 UU ITE atau Pasal 232 atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.