Cerita Saksi Korupsi Timah Setor Uang Rp 2,1 Miliar ke Money Changer Helena Lim

25 September 2024 14:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/9/2024).  Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Karyawan bagian keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia, mengaku pernah menyetorkan uang sebesar Rp 2,1 miliar ke PT Quantum Skyline Exchange, money changer milik crazy rich PIK Helena Lim.
ADVERTISEMENT
Hal itu terungkap saat Yulia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/9). Yulia bersaksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Elmindra, dan MB Gunawan.
Dalam kesaksiannya, Yulia mengaku setoran tersebut dilakukan atas perintah Beneficial Owner PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan.
"Apakah Saudara saksi juga pernah melakukan transaksi dengan PT Quantum Skyline atau pun money changer yang lain?" tanya jaksa.
"Saya pernah diperintah Bapak Suwito Gunawan, Pak," balas Yulia.
"Perintahnya seperti apa?" cecar jaksa.
"Transfer ke rekening Quantum Skyline Exchange sama Mekarindo Abadi Sentosa," jawab Yulia.
"Totalnya ada berapa ibu?" tanya jaksa.
"Seingat saya ada tiga kali, Pak. Totalnya Rp 2.100.000.000," ungkap Yulia.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Helena Lim (kiri) menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Yulia mengatakan, pengiriman uang juga dibantu oleh karyawan lainnya, Elsi Rahayu. Semua ini dilakukan atas perintah Suwito Gunawan.
ADVERTISEMENT
"Untuk nominal dan nomor rekeningnya ibu dapat dari mana?" cecar jaksa.
"Dari Bapak Suwito Gunawan, Pak," kata Yulia.
Penyetoran uang ke money changer milik Helena itu tercatat sebagai setoran usaha. Padahal, PT Quatum Skyline Exchange dengan PT Stanindo Inti Perkara tak punya hubungan usaha.
"Atas beberapa transaksi tadi juga disebutkan juga di dalam tujuan atau keterangan transaksi adalah setoran usaha. Apakah ada Stanindo Inti Perkasa punya usaha dengan PT Quantum Skyline Exchange?" tanya jaksa.
"Tidak ada, Pak," jelas Yulia.
Seluruh transaksi tersebut, menurut Yulia, tak dituliskan dalam catatan keuangan perusahaan. Lagi-lagi, hal ini sesuai dengan perintah Suwito Gunawan.
"Atas transaksi yang dilakukan baik ibu maupun Elsi dicatatkan nggak di keuangan Ibu? Karena ibu kan tadi salah satu tugasnya mencatat keuangan yang keluar," cecar jaksa.
ADVERTISEMENT
"Kalau di kas saya tidak, Pak," jawab Yulia.
"Kenapa tidak dicatat di kas Ibu?" tanya jaksa.
"Tidak tahu, Pak. Tidak disuruh dicatat," timpal Yulia.
"Siapa yang tidak menyuruh dicatat itu?" cecar jaksa.
"Pimpinan," ungkap Yulia.
"Pimpinannya bisa disebutkan siapa?" tanya jaksa memperdalam.
"Bapak Suwito Gunawan," beber Yulia.
Dua tersangka kasus dugaan korupsi di PT Timah Harvey Moeis (kedua kiri) dan Helena Lim (kedua kanan) berjalan memasuki gedung saat pelimpahan tahap dua di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Crazy Rich PIK, Helena Lim, didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Jaksa penuntut umum (JPU) memaparkan Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Dalam kasus ini, ia diduga berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
ADVERTISEMENT
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 900 juta.
ADVERTISEMENT