Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Sawitri, Anak Penjaga Hutan yang S3 di Jepang, Sejak Kecil Tak Punya TV
19 Juni 2020 10:59 WIB
ADVERTISEMENT
Sawitri (26) akan segera menyelesaikan studi doktornya di Universitas Tsubuka, Jepang . Ia merupakan mahasiswa S3 Prodi Biosphere Resource Science and Technologi dengan menekuni kajian genetika hutan.
ADVERTISEMENT
Di balik pendidikan tinggi itu, Sawitri bukanlah orang yang mapan. Dia merupakan anak seorang penjaga hutan Wanagama --hutan yang dikelola UGM -- bernama Tukiyat (51).
Masa kecil Sawitri dihabiskan di tengah hutan, mengikuti bapak dan ibunya tinggal. Meski begitu, Sawitri bercerita apa yang dicapai saat ini tak terlepas dari pendidikan masa kecilnya.
Sejak kecil dia sudah ikut menyemai benih dan membudidaya tanaman yang dilakukan bapaknya. Bahkan, waktu itu dia juga sudah hafal jenis pohon dan nama ilmiahnya lantaran suka membaca buku di perpustakaan Wanagama.
Masa kecilnya juga terbiasa hidup sederhana. Lantaran tinggal di hutan, otomatis Sawitri jauh dari kampung dan lingkungan bermain. Praktis waktunya dihabiskan untuk membaca buku. Keluarganya pun tidak punya televisi hingga saat ini, jadi selain sumber ilmu, buku juga menjadi hiburan.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak punya TV sampai sekarang, tidak ada hiburan untuk membunuh waktu. Pelariannya, ya, membaca buku, dulu di Wanagama ada perpustakaan, saya suka baca buku apa saja, meskipun bukunya terbitan lama," kata Sawitri dalam siaran pers UGM.
Tak hanya itu, sejak bersekolah, ia harus berjalan kaki setidaknya 2 km dari rumah yang berada di dalam hutan Wanagama. Sebagai anak kecil ia mengakui ada sedikit rasa minder, apalagi tak ada uang jajan.
"Minder pasti ada, saya pulang saat panas terik dengan harus jalan kaki jauh, tidak diberi uang jajan, sedangkan anak yang lain naik angkot bahkan ada yang naik motor," kata Sawitri mengenang masa sekolahnya yang harus berjalan kaki.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi keterbatasan itu tak membuat Sawitri putus asa. Ia terus belajar. Perempuan kelahiran Gunungkidul , 26 Juni 1994 ini kemudian masuk salah satu SMA favorit di Gunungkidul, yaitu SMAN 1 Wonosari, dan lulus tahun 2011.
Sawitri kemudian berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM dengan mengambil Prodi Silvikultur. Setelah itu, dia langsung mengambil S2 di prodi yang sama.
Usai menyelesaikan studi S2-nya di UGM, ia kemudian hijrah ke Jepang untuk mengambil studi S3, tepatnya pada 2017. Kini, Sawitri tinggal menunggu ujian doktor pada akhir Juli mendatang.
Sawitri berharap ilmunya nanti dapat bermanfaat bagi ekologi dan ekonomi di Indonesia.
"Harapan saya, bidang ilmu yang saya tekuni ini bisa mengombinasikan pemuliaan tanaman terutama hutan di Indonesia untuk mendukung baik secara ekologi dan ekonomi terutama untuk hutan sebagai penghasil kayu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan pencapaiannya saat ini tak terlepas dari tekad dan doa kedua orang tua. Kondisi-kondisi yang penuh keterbatasan menjadi motivasi Sawitri kuliah setinggi-tingginya.
Sementara itu, bapak dari Sawitri, Tukiyat (51), mengakui anaknya sejak kecil sudah menghadapi kisah berliku. Sawitri sering ditinggal Sukiyat bertugas masuk ke dalam hutan yang lokasinya jauh. Di sana Sukiyat bertugas menyemai benih.
Mau tak mau, Sawitri sementara waktu bersama ibunya yang bertugas sebagai koki saat ada tamu menginap di wisma Wanagama.
"Untungnya anaknya penurut," ujar Tukiyat.
Tukiyat bersama keluarga kecilnya tinggal di tengah Hutan Wanagama sejak 1991. Masa kecil Sawitri disebutnya sering dihabiskan untuk membaca buku.
"Paling main di sekitar hutan atau membaca buku di rumah," kata Tukiyat.
ADVERTISEMENT
Kini, rasa bahagia Tukiyat semakin paripurna. Sang anak semata wayangnya ini telah memberi kabar dari Jepang bahwa tak lama lagi pulang. Sang anak segera menyelesaikan pendidikan doktornya.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
Live Update