Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Siti Fadilah Kaget lantaran Anggaran Kementerian Kesehatan Berantakan
19 Mei 2017 18:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan penyusunan anggaran Kementerian Kesehatan berantakan dan tidak transparan. Terdakwa kasus dugaan korupsi itu buka-bukaan saat bersaksi di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (19/5).
ADVERTISEMENT
"Setelah saya tahu kalau menteri tidak punya uang dan tidak ada nomenklaturnya, jadi pekerjaan eselon 1 itu apa saja? Kalau saya bertanya gengsi dong, jadi saya minta you presentasi apa yang dikerjakan," kata Siti seperti dilansir Antara.
Siti melanjutan, "Dan ternyata saya shock karena tidak sistematis sama sekali, belanja semau-maunya, saya tanya ke eselon 1, dia menoleh ke eselon 2, dan eselon 2 menoleh ke eselon 3, dan yang tahu baru eselon 4, jadi semau-maunya saja, itu membuat saya shock," kata dia.
Siti pun mengaku bahwa ia hanyalah tamu di Departemen Kesehatan saat itu, ia baru masuk 2 bulan yaitu pada 22 Oktober 2004 sedangkan para pejabat Depkes saat itu disebutnya sebagai orang-orang lama.
ADVERTISEMENT
"Jadi kami saat itu rapat bersama-sama, harus transparan, you beli obat malaria berapa? kenapa? Tapi ternyata dari eselon itu bisa langsung ke Dirjen Anggaran (Kementerian Keuangan) dan ke DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) saya juga tidak pernah diajak karena saya galak," ungkap Siti.
Siti pun mengaku tidak paham mengenai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pengguna Anggaran (PA) di kementerian.
"Saya baru tahu di sidang KPA dan PA, tapi mereka lebih tunduk sama Sekjen dibanding sama saya, saya dikurung sistem karena hanya boleh kontak sama eselon 1, saya ini kan tamu, mereka sudah karatan di sana," tambah Siti.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Sekretaris Jenderal Depkes adalah Sjafi'i Ahmad.
"Lalu Pak Sekjen mengatakan 'Ibu sibuk sekali maka supaya lancar, proyek di bawah Rp 50 miliar tidak perlu di bawah ibu, saya pikir Sekjen saya baik sekali karena dia katakan kalau di bawah saya proyek-proyek itu perlu tanda tangan ibu nanti pekerjaan banyak terbengkalai," ungkap Siti.
Siti terseret kasus dugaan korupsi dalam kegiatan pengadan alat kesehatan (alkes) guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penaggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) dengan melakukan penunjukan langsung (PL) kepada PT Indofarma Tbk.
Akibat kasus itu, keuangan negara diduga rugi senilai Rp 6,1 miliar.
Siti diduga meminta Mulya A. Hasjmy selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen melakukan penunjukkan langsung kepada PT Indofarma sehingga memperkaya perusahaan itu sejumlah Rp 1,597 miliar serta memperkaya PT Mitra Medidua sejumlah Rp 4,55 miliar.
ADVERTISEMENT
PT Indofarma Global Medika ditunjuk Siti sebagai rekanan untuk melaksanaan pengadaan buffer stock tersebut karena direktur perusahaan itu Ary Gunawan datang bersama dengan Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) Nuki Syahrun yang juga adik ipar Sutrisno Bachir, Ketua Partai Amanat Nasional saat itu, sedangkan Siti diajukan dari organisasi masyarakat (ormas) keagamaan Muhammadiyah yang merupakan ormas asal PAN.
Setelah menerima pembayaran dari PT Indofarma, PT Mitra Medidua selaku suplier pada 2 Mei 2006 mengirimkan uang sebesar Rp 741,5 juta dan pada 13 November 2006 sebesar Rp 50 juta ke rekening Yurida Adlani yang merupakan sekretaris Yayasan Sutrisno Bachir Foundation (SBF).
Nuki memindahbukukan sebagian rekening ke ke rekeningnya sendiri, ke rekening pengurus DPP PAN, dan ke anak Siti, Tia Nastiti. Pengiriman ke rekening pengurus DPP PAN diduga sesuai arahan Siti untuk membantu PAN.
ADVERTISEMENT
Siti juga didakwa menerima suap sebesar Rp 1,875 miliar karena telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai penyalur pengadaan Alkes I tersebut.
Suap itu berupa cek pelawat, Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp 500 juta dan dari Rustam Syarifudin Pakaya (Kepala Pusat Penanggulangan Krisis atau PPK Depkes) yang diperoleh dari Dirut PT Graha Ismaya Masrizal sejumlah Rp 1,375 miliar juga berupa MTC Selain MTC senilai total Rp 1,875 miliar itu, Siti juga menerima BNI Traveller Cheque sejumlah Rp 650 juta serta MTC lain senilai Rp 3,115 miliar yang tidak diketahui asal-usulnya sehingga totalnya adalah Rp 5,650 miliar.
ADVERTISEMENT
Siti lalu memberikannya kepada adiknya Rosdiyah Endang Pudjiastuti untuk diinvestasikan di PT Sammara Mutiara Indoensia yang diwakilkan Jefri Nedi dan selanjutnya ditrasfer ke rekening PT Manunggal Muara Palma, PT Tebo Indah (milik Jefri Nedi), ditransfer ke PT City Pacific Securities dalam rangka transaksi jual beli saham di Bursa Efek Jakarta, ditranfer ke rekening Jefri di Bank Permata sedangkan selebihnya biaya operasional PT Sammara Mutiara Indonesia.
Atas perbuatan itu, Siti didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP atau Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Kedua dari pasal 12 huruf b atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.