Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Cerita Siti Khopsah, Tukang Pijat yang Berangkat Haji Tahun Ini Bareng Mertuanya
2 Mei 2025 23:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Suka cita tampak terpancar dari wajah Siti Khopsah (59), warga Candirejo, Kalurahan Sardonoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Jumat (2/5). Sekitar 18 hari lagi, dia akan terbang untuk menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
ADVERTISEMENT
Berhaji adalah cita-cita Siti sejak lama. Berprofesi sebagai tukang pijat, Siti harus rutin menabung untuk bisa menunaikan rukun Islam kelima.
"Saya dari remaja sudah mijat (jadi tukang pijat)," kata Siti membuka obrolan.
Keahlian memijat Siti dapatkan secara turun temurun dari neneknya. Ilmu itu ternyata mengantar rezeki. Termasuk rezeki berhaji.
"Simbah saya itu tukang pijat, ibu tukang pijat, saya, adik saya, anak saya, pijat khusus wanita dan anak-anak," katanya.
Pelanggannya ibu-ibu dan anak-anak. Dari yang pijat capek hingga terkilir. Tarifnya Rp 100 ribu. Mayoritas pelanggannya datang ke rumah untuk menikmati jasa Siti.
Pelanggannya pun jauh-jauh. Banyak dari luar kota seperti Klaten, Kulon Progo, hingga Bantul.
"Ada yang datang, ada yang saya datangi ke rumahnya, kebanyakan datang ke rumah saja. Nolongin orang-orang yang jatuh dari motor, dari tangga, itu insyaallah bisa sembuh," bebernya.
ADVERTISEMENT
Menabung Selama 6 Tahun
Niat untuk berhaji sudah ada sejak lama. Namun, baru pada tahun 2013 Siti mulai menabung untuk haji. Setiap hari, uang hasil memijat dia sisihkan. Sebagian untuk kebutuhan rumah tangga sebagian lagi untuk haji.
Setelah enam tahun, uang untuk berhaji akhirnya terkumpul. Pada 2019, Siti mendaftar haji.
"Daftar tahun 2019. Saya tabung sedikit-sedikit, sudah bisa ambil kursi, saya ambil Rp 25 juta terus kumpul lagi tabung lagi ya alhamdulillah karena tukang pijat enggak menentu kan, jadi ya sedikit demi sedikit, alhamdulillah bisa terlaksana, ya enggak beda sama tukang becak (mengumpulkan tabungan untuk haji)," katanya.
Total Siti menunggu 12 tahun lamanya dari menabung, mendaftar, hingga tahun ini bisa berangkat.
ADVERTISEMENT
"Enam tahun (menunggu) kalau tidak ada COVID-19, 3 tahun (nunggunya)," terangnya.
Kepada para pelanggannya, Siti juga sudah berpamitan. "Sudah minta doa sama pelanggan juga, izin juga sudah," bebernya.
Siti berharap kisahnya ini bisa jadi inspirasi banyak orang. Bahwa, ketika ada niat pasti ada jalan.
"Nabung sedikit demi sedikit pasti lama-lama bisa. Tukang becak, pemulung saja bisa (berhaji). Kalau tujuan untuk beribadah pasti dimudahkan. Yang penting konsisten, makan apa adanya yang penting bisa tercapai cita-cita," katanya.
Mertua Haji Tertua di Sleman
Sementara itu, Saudah (92) tengah duduk di teras rumahnya. Tangannya tak henti menggerakkan tasbih. Mulutnya terus berucap zikir. Saudah adalah mertua Siti.
Tahun ini, Saudah juga berangkat haji bersama Siti. Saudah adalah jemaah haji tertua asal Sleman.
ADVERTISEMENT
"Mertua saya, berdua (berangkat dengan saya). Minta doa semoga lancar," tutur Siti.
Turut mendampingi mertua yang sudah sepuh, Siti harus menjaga fisiknya dan fisik Saudah. Terlebih cuaca di Tanah Suci informasinya panas.
"Cuaca katanya bulan haji ini bulan panas panasnya sampai 50 derajat, kalau Indonesia kan enggak terlalu panas. Harus banyak minum," katanya.
Saudah juga mendaftar haji tahun 2019. Uang untuk mendaftar adalah tabungan hasil berdagang sayur mayur di Pasar Colombo, Sleman.
"Berhubung simbok usia lansia terus dapat haji sekarang. Mbak Siti yang mendampingi," kata Kitri, menantu Saudah lainnya.
Saudah berdagang sayur mayur sejak muda. Dia baru pensiun berjualan pada 2016 silam.
"Simbok itu pejuang receh (uang receh)," katanya.
Kitri bercerita mertuanya ini dahulu berangkat kerja sejak subuh. Usai dari pasar dia tidak pulang tetapi mencari dagangan lagi mulai dari daun ketela hingga nangka.
ADVERTISEMENT
Meski sudah sepuh, Saudah masih sehat. Meski begitu persiapan fisik juga tetap dilakukan.
"Namanya orang sepuh terakhir periksa jantungnya detaknya agak penurunan fungsi jantung, terus kaki bengkak, itu ada pengobatan juga. Terus yang simbok rasakan itu tulang. Terus disuntikkan di dokter. Pengobatan simbok antara kaki dan jantung," bebernya.
Asupan vitamin kini terus diberikan ke Saudah supaya ketika hari keberangkatan tiba dia tetap fit.
"Kakinya kalau mau naik agak tinggi sudah kesulitan. Kemungkinan besok juga simbok kebanyakan di kursi roda," bebernya.
Meski begitu keluarga tetap mantap, mereka percaya Saudah akan diberikan kesehatan dan kelancaran dalam beribadah.
"Banyak yang sayang sama simbok, banyak yang mendoakan, di sana lancar ibadahnya pulang dengan selamat menjadi haji yang mabrur," pungkasnya.
ADVERTISEMENT