Cerita Suswaningsih Ubah Lahan Tandus Jadi Produktif: Malam Bertemu Petani

21 Agustus 2024 11:04 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suswaningsih (55), penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, ubah lahan tandus di wilayah Rongkop jadi lahan produktif. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suswaningsih (55), penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, ubah lahan tandus di wilayah Rongkop jadi lahan produktif. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kegigihan Suswaningsih (55) mengubah lahan tandus di Kapanewon Rongkop, Kabupaten Gunungkidul membuahkan hasil. Banyak petani yang terbantu. Mereka bisa menanam sejumlah tanaman di lahan berbatu karst yang dahulu tak dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
Namun, apa yang sekarang dipetik diawali dengan perjuangan yang tak mudah. Sebagai penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Suswaningsih butuh waktu untuk menyakinkan para petani akan inovasinya ini.
Pada tahun 2012 silam, pertama kali Suswaningsih mencetuskan mengubah lahan tandus sebagai lahan produktif, tanpa merusak alam.
"Saya mengajak warga itu dari malam, di sela-sela malam," kata Suswaningsih.
Setelah berhasil menyakinkan para petani, Suswaningsih kemudian menanami lahan kritis seluas 5 hektare dengan jagung. Ternyata hasilnya memuaskan dari situlah para petani mulai tertarik dengan metode yang dilakukan Suswaningsih.

Kerja di Luar Jam Tugas

Sebagai seorang abdi negara, Suswaningsih menyadari pekerjaannya ini tak sebatas 8 jam kerja. Profesi penyuluh pertanian menurutnya bersifat melekat. Artinya di waktu kapan pun dia tetap harus bisa bertugas. Harus fleksibel mengikuti jam para petani.
ADVERTISEMENT
Para petani biasanya sudah sibuk di ladang dari pagi hingga sore hari. Mereka kadang baru ada waktu senggang di malam harinya. Di malam hari itu, Suswaningsih juga bekerja.
Suswaningsih (55), penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, ubah lahan tandus di wilayah Rongkop jadi lahan produktif. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Iya (melekat). Sampai dulu awal penyuluh setiap hari ada petani yang datang, konsultasi. Ada yang soal pertanian, pengolahan hasil, mungkin tanaman keras," katanya.
Semua itu dilakukan Suswaningsih dengan ikhlas. Suswaningsih mengaku mencintai pertanian dan tempat kelahirannya, Rongkop. Jika bukan karena cinta, mungkin Suswaningsih sudah berhenti bekerja ketika masih menjadi tenaga honorer dengan gaji yang tak seberapa.
"1990 saya honorer, diangkat (PNS) 1998. Delapan tahun menjadi honorer waktu itu gajinya Rp 12 ribu," ujar dia.
Di masa itu, untuk menopang kehidupan dapur, dia dan suaminya memelihara ternak.
ADVERTISEMENT
"Kurang, nombok (untuk kebutuhan dapur). Dahulu saya memelihara ternak, sampai saat ini," kata dia.
Suswaningsih (55), penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, ubah lahan tandus di wilayah Rongkop jadi lahan produktif. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Menjadi penyuluh bukan hanya sekadar profesi bagi Suswaningsih. Menurutnya pekerjaan ini juga bagian dari ibadah.
"Alhamdulillah (untuk ibadah)," ujarnya.
Bahkan ketika saat ini menjabat sebagai Kepala BPP Rongkop, Suswaningsih tetap rutin bertemu dengan para petani. Mengendarai motor Honda Supra dia menyusuri jalanan menanjak dan menukik di Rongkop.
"Dulu awal pegawai saya masih jalan kaki," bebernya.

Cara Memanfaatkan Lahan Tandus

Lalu bagaimana metode pemanfaatan lahan berbatu ini?
"Apabila di atas-atas batu itu ada tanah, terus bisa ditanami, di bawahnya dibuat terasering ditata batunya. Tanahnya dijadikan satu untuk ditanami," katanya.
Tanah-tanah yang terbatas di antara bebatuan itu ternyata bisa ditanami aneka tanaman seperti jagung, kacang tanah, bahkan padi. "Meski pun di situ ada pohon besar (seperti jati) yang menaungi, tapi di bawahnya bisa ditanami," kata dia.
ADVERTISEMENT
Diakui metode ini cukup susah untuk langsung diterapkan ke petani. Lalu yang perlu dilakukan kata Suswaningsih adalah memberi contoh.
"Kalau dibuat seperti ini hasilnya seperti ini. Jadi masyarakat tahu manfaatnya tidak hanya kita sekadar memberi contoh. Apabila lahan ini bisa ditanami hasilnya panjenengan (petani) yang merasakan tidak kita-kita," bebernya.
Membuat terasering di perbukitan berbatu jelas tak mudah. Butuh waktu yang lama. Setelah penataan, baru lahan diberi pupuk organik yang juga hasil dari masyarakat sendiri.
Sistem tanam di lahan berbatu ini adalah tumpangsari yakni lebih dari satu jenis tanaman ditanam di satu areal pertanian.
Rinciannya MH1 (musim hujan pertama) petani akan menanam padi, jagung, dan ubi kayu. Pada bulan sekitar Februari padi dan jagung dipanen. Lalu pada MH2 pada Maret-Juni petani akan menanam kacang tanah. Kacang tanah dipanen sebelum petani memanen ubi kayu.
ADVERTISEMENT
Jika awalnya luasan lahan kritis yang diolah hanya 5 hektare, kini sudah ada pengembangan di satu kelurahan saja sudah 200 hektare di Melikan. Sementara untuk satu kapanewon ada 900-an hektare.
"Di sini ada 8 kalurahan. Sekarang, sudah ada banyak petani yang di lereng-lereng perbukitan sudah menanami jagung, dan sebagainya. Semakin bertambah karena kesadaran petani," ujar dia.