Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Cerita Warga Malaysia soal Lockdown: Orang-orang Panic Buying dan Mulai Egois
17 Maret 2020 18:46 WIB

ADVERTISEMENT
Pemerintah Malaysia memberlakukan lockdown alias menutup seluruh akses di negeri tersebut seiring mewabahnya virus corona atau COVID-19. Keputusan ini berlaku mulai 18 Maret 2020, hingga 31 Maret 2020.
ADVERTISEMENT
Per Senin (16/3), tercatat 125 kasus baru di Malaysia, sehingga menambah total menjadi 553 kasus, terbesar se-Asia Tenggara. Peningkatan yang cukup signifikan itu terkait dengan diselenggarakannya acara tabligh akbar yang digelar di Masjid Sri Petaling Kuala Lumpur pada 28 Februari hingga 1 Maret lalu, dan dihadiri sekitar 16 ribu orang.
Menteri Kesehatan Malaysia, Datuk Seri Dr Adham Baba merinci dari 125 kasus baru tersebut, sebanyak 95 orang di antaranya berhubungan dengan cluster tablig akbar. Oleh karena itu, saat lockdown besok pemerintah Malaysia melarang warganya untuk berkegiatan di luar, dan khususnya yang melibatkan banyak orang seperti, kegiatan keagamaan, olahraga, sosial dan budaya.
Dampak dari lockdown dirasakan oleh masyarakat di sana, salah satunya Nurul Atika, WN Malaysia yang tinggal di Kuala Lumpur. Nurul bercerita, awalnya sebelum pengumuman lockdown, orang-orang di Malaysia masih beraktivitas seperti biasa, kegiatan di kampusnya juga normal.
ADVERTISEMENT
"Sebelum jumlahnya (kasus corona) meningkat, mereka masih santai melakukan acara kumpul-kumpul dan yang tidak sakit memakai masker biasa. Orang yang sakit tidak melakukan karantina sendiri. Itu terjadi di kampus saya," kata Nurul kepada kumparan, Selasa (17/3).
Namun usai pemerintah mengumumkan lockdown, orang-orang mulai panik. Banyak warga yang memborong makanan untuk stok atau panic buying.
"Sebelum perkumpulan tabligh menyebabkan peningkatan korban yang signifikan, aku tidak sampai melakukan panic buying, namun aku menyaksikannya sendiri di Kuala Lumpur, orang-orang mulai egois (panic buying) karena mereka memprediksi sendiri gelombang virus akan naik 500-1000 sampai minggu depan," ucapnya.
Nurul menyayangkan sikap masyarakat, baik yang melakukan panic buying dan masih bersikukuh menggelar pertemuan dan kontak sosial. Baginya ini harus menjadi pelajaran di negara lain, bahwa virus ini tidak boleh dianggap remeh.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah melakukan hal yang benar untuk hal ini, jika tidak, mental sebagian orang di Malaysia hanya menganggapnya (virus corona) sebagai hal biasa. Mereka dengan bebas melakukan apa yang biasa mereka lakukan sebelum ini (kasus corona) terjadi," katanya.
Nurul dan keluarganya berusaha untuk tidak panik. Dia juga mengaku tidak ingin meniru orang-orang yang memborong banyak logistik.
"Aku dan ibuku belanja kebutuhan sama seperti biasanya, namun tidak kedapatan sabun tangan. Yasudah, kami harus tunggu order melalui apotek," ucap Nurul.
Reporter: Retyan Sekar Nurani