Cerita Yani, Petani Kangkung yang Masih Bisa Bertani di Jakarta

18 Maret 2018 16:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bertani di Jakarta bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Jika tidak percaya, coba mampir ke Cakung Timur, Jakarta Timur. Tepat di samping perumahan Jakarta Garden City, terdapat area persawahan yang luas.
ADVERTISEMENT
Saat mengunjungi wilayah tersebut pada Minggu (18/3) sore, kumparan (kumparan.com) berjumpa dengan Yani (43), salah seorang petani yang tengah sibuk memanen kangkung.
Yani bercerita, tanah yang ia garap adalah milik Metland. Ia menyewa tanah seluas satu hektare tersebut seharga Rp 2,5 Juta per enam bulan.
“Saya sudah 12 tahun jadi petani. Di sini baru dua tahun. Soalnya saya pindah-pindah. Sebelumnya di wilayah Cakung-Cilincing,” ujar Yani kepada kumparan.
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Yani ditemani oleh suami dan tiga orang anaknya dalam menggarap tanah itu. Ia menanam tanahnya dengan kangkung dan bayam.
“Karena kangkung cepat panennya dibanding padi. Kalau kangkung per 20 hari sudah bisa panen,” ujarnya.
Menurutnya, sekali panen ia bisa mendapatkan keuntungan bersih mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
ADVERTISEMENT
“Kalau kangkungnya lagi mahal bisa dapat 1 juta, kan beli bibit lagi, bayar orang lagi. Kalau lagi murah ya paling gopek (Rp 500.000) udah bersih,” ujar perempuan asal Indramayu tersebut.
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani di Cakung Timur. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Yani memilih bertani karena hanya itu kemampuannya. Begitu pun dengan suaminya, Rasda. “Di kampung saya bertani juga. Tapi itu padi. Kalau di sini sayur-sayuran,” ujarnya.
Kangkung yang sudah ia cabut kemudian diikat, dikumpulkan menjadi, satu dan siap dibawa ke Pasar Kramat Jati untuk dijual.
“Sudah ada yang langsung ngambil. Dikirimnya ke Pasar Kramat Jati doang. Dalam dua atau tiga hari bisa 20 kilogram tapi itu enggak menentu,” ujarnya.