Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
China Bertekad Basmi COVID-19 Sebelum Kongres Partai Komunis
10 Oktober 2022 17:53 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Puluhan ribu orang sedang menghadapi lockdown di Kota Shanghai. Kota tersebut mengarantinakan sembilan lingkungan 'bersiko sedang' di enam distrik per Senin (10/10). Namun, jumlah aslinya mungkin lebih tinggi meski belum diumumkan secara resmi.
Lockdown ini menyusul penutupan beberapa lingkungan setempat pada akhir pekan. Pasalnya, 23 kasus infeksi corona ditemukan pada Jumat (7/10). Lebih dari 2.100 rumah tangga pun terpengaruh hanya karena satu infeksi corona lainnya pada Minggu (9/10).
Warga merasa terkejut ketika pagar-pagar berwarna hijau didirikan mengelilingi bangunan-bangunan. Mereka teringat dengan lockdown keras selama dua bulan yang pernah menimbulkan kekurangan pasokan makanan dan perawatan medis.
"Setelah mendengar tentang beberapa situasi, kebanyakan orang merasa seolah-olah kita telah kembali ke April dan Mei," ungkap seorang warga bermarga Li, dikutip dari AFP, Senin (10/10).
Lockdown menyebar ke kota-kota lainnya. Otoritas memerintahkan lockdown dua hari bagi tiga juta penduduk di Kota Yongji di Provinsi Shanxi. Padahal, Yongji tidak mencatat infeksi baru sama sekali. Lockdown ini diberlakukan karena kasus di kota tetangga.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sejumlah pelancong dihadapkan pembatasan melalui pemberitahuan dari aplikasi pelacakan. Mereka datang dari daerah tanpa kasus infeksi. Tetapi, para pengunjung tersebut harus menjalani beberapa tes PCR untuk mengakses ruang publik di Beijing.
Pemberitahuan semacam itu turut berdampak pada warga Beijing. Setelah melakukan perjalanan selama libur panjang pekan lalu, mereka tidak dapat kembali pulang dengan kereta maupun pesawat.
Sebagian warga telah mencoba mencari bantuan melalui saluran pengaduan resmi di media sosial Weibo. Tetapi, komentar-komentar mereka mulai disensor pada Senin (10/10).
Salah satu turis lokal yang terjebak adalah penduduk asli Mongolia Dalam yang bekerja di Beijing, Xu. Dia berencana kembali ke ibu kota setelah menghadiri pernikahan temannya di Baotou. Tetapi, Xu justru terperangkap di sana karena lockdown setempat.
ADVERTISEMENT
"Yang paling saya khawatirkan sekarang adalah kapan saya bisa kembali ke Beijing," tutur Xu, dikutip dari Reuters.
"Menunggu terus seperti ini sulit," tambah dia.
Ratusan turis asing turut menanggung imbasnya. Mereka terdampar di bandara usai penerbangan tiba-tiba dibatalkan dari Prefektur Xishuangbanna di Provinsi Yunnan. Bersama Kota Haikou di Provinsi Hainan, kota itu memberlakukan lockdown bagi tempat wisatanya.
Xinjiang juga melarang orang-orang meninggalkan wilayah itu sejak wabah terdeteksi pada pekan lalu. Seorang turis asal Shanghai yang lantas mengambil pekerjaan musiman memetik anggur di Xinjiang. Laporan tentangnya kemudian disensor pula oleh pemerintah.
Pejabat distrik lain mendesak turis yang terjebak agar turut mempertimbangkan mengambil pekerjaan lokal. Pendapatan pariwisata domestik dan perjalanan harian akhirnya turun masing-masing 55 persen dan 58 persen dari tingkat sebelum pandemi.
ADVERTISEMENT
Pembatasan ketat itu diumumkan ketika China mencatat lebih dari 2.000 kasus infeksi corona pada Senin (10/10). Angka tersebut menandai jumlah kasus tertinggi selama sebulan terakhir.
Menurut standar global, jumlah kasus terbaru di negara itu mungkin tergolong kecil. Kendati demikian, China tetap berusaha memberantas wabah apa pun sesegera mungkin sebelum menyebar. Pejabatnya masih berpegangan erat pada kebijakan ketat nol-COVID.
Presiden China, Xi Jinping, memperjuangkan kebijakan tersebut. Sehingga, risiko munculnya wabah signifikan menjelang kongres akan berdampak buruk pada citra Partai Komunis China. Terlebih, Xi diperkirakan akan kembali terpilih untuk masa jabatan ketiga.