Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
China Tawarkan Kerja Sama Luas ke Negara Pasifik, AS Kalang Kabut
26 Mei 2022 11:34 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pembahasan rencana perluasan kerja sama itu menjadi salah satu agenda Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam kunjungannya ke negara-negara Pasifik Selatan yang akan dimulai pada Kamis (26/5/2022).
Wang Yi dijadwalkan untuk menandatangani berbagai rancangan perjanjian yang rinciannya belum diumumkan. Ia juga dijadwalkan akan bertemu dengan perdana menteri dan menteri luar negeri negara-negara itu.
Dalam agendanya, Wang Yi akan singgah di Papua Nugini, Fiji, Kiribati, dan Samoa, serta mengadakan panggilan video dengan Mikronesia dan Kepulauan Cook. Kunjungannya ke negara-negara Pasifik Selatan itu berlangsung hingga 4 Juni mendatang.
Jika disetujui, rencana China itu akan mewakili perubahan signifikan di kawasan Pasifik Selatan. Beijing akan memfasilitasi segalanya, mulai dari pengerahan polisi China hingga kunjungan kelompok seni.
ADVERTISEMENT
Proposal tersebut mencakup kesepakatan kerja sama regional berjangka lima tahun. Dalam perjanjian ini China akan menawarkan bantuan sejumlah jutaan dolar kepada 10 negara kepulauan kecil, prospek perjanjian perdagangan bebas antara China-Kepulauan Pasifik, serta akses ke pasar global China yang dapat meningkatkan pendapatan per kapita setiap negara.
Selain itu, penerbangan antara China dan Kepulauan Pasifik akan meningkat. Beijing bakal menunjuk seorang utusan regional, menyediakan pelatihan bagi diplomat muda, dan memberikan 2.500 beasiswa pemerintah kepada bagi negara-negara di Pasifik Selatan.
Di sisi lain, perjanjian itu juga sekaligus akan menawarkan China kesempatan untuk terlibat dalam pelatihan keamanan siber lokal, polisi, memperluas hubungan politik, melakukan pemetaan laut yang sensitif dan mendapatkan akses yang lebih besar ke sumber daya alam negara-negara yang nantinya menyetujui perjanjian tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah surat terbuka kepada sesama pemimpin negara Pasifik, Presiden Negara Federasi Mikronesia David Panuelo memperingatkan bahwa perjanjian itu tampak menarik pada pandangan pertama, tetapi di sisi lain akan memberikan China kemungkinan untuk memperoleh akses dan kendali atas wilayah tersebut.
Seraya menyebut proposal China itu tidak jujur, Panuelo mengatakan jika proposal China disetujui, mereka akan memberikan pengaruh Beijing atas pemerintah dan industri, dan memungkinkan pengawasan besar-besaran dalam hal telekomunikasi.
"Hasilnya, akan menjadi pecahnya perdamaian, keamanan, dan stabilitas regional," kata Panuelo, dikutip dari AFP.
Mikronesia merupakan salah satu sekutu utama AS di Pasifik. Oleh sebab itu, meski ada kekhawatiran dari Mikronesia, para pemimpin Pasifik lainnya kemungkinann melihat proposal China itu menguntungkan.
ADVERTISEMENT
Bagi Washington dan sekutunya, kehadiran China di wilayah Pasifik Selatan akan mengakhiri upaya puluhan tahun untuk menahan pengaruh Negara Tirai Bambu di kawasan tersebut. Ini artinya, kawasan Pasifik Selatan akan semakin menjadi teater persaingan antara China dan Amerika Serikat yang telah menjadi kekuatan utama di kawasan itu selama satu abad terakhir.
"Ini adalah upaya China untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan dunia di mana Australia telah menjadi mitra keamanan pilihan sejak Perang Dunia Kedua," ujar Perdana Menteri baru Australia Anthony Albanese. Australia juga adalah sekutu AS.
"Australia perlu merespons", sambung Albanese dalam sebuah wawancara. Ia juga menguraikan rencana untuk meningkatkan keterlibatannya di Pasifik, dengan bantuan sekitar AUD 500 juta atau sekitar 5 miliar rupiah untuk pelatihan pertahanan, keamanan maritim, dan infrastruktur guna memerangi dampak dari perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price memperingatkan negara-negara tersebut untuk waspada terhadap perjanjian bayangan dengan China.
"Kami khawatir bahwa perjanjian yang dilaporkan ini dapat dinegosiasikan dalam proses yang terburu-buru dan tidak transparan," kata Price kepada wartawan pada Rabu (25/5/2022), seraya menambahkan bahwa negara-negara Pasifik dapat membuat pilihan atas kemauan mereka sendiri.