Ciptakan Solusi Terintegrasi, CCL Dorong Dicky Berantas Sampah di Laut Lampung

14 Februari 2023 15:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bersama Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), Dicky Dwi Alfandy menciptakan solusi terintegrasi untuk mengatasi permasalahan sampah di laut Lampung. Foto: dok. YABB
zoom-in-whitePerbesar
Bersama Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), Dicky Dwi Alfandy menciptakan solusi terintegrasi untuk mengatasi permasalahan sampah di laut Lampung. Foto: dok. YABB
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai kawasan yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatera dan dikelilingi wilayah perairan yang luas, Lampung mampu menyuguhkan panorama laut yang indah. Namun sayang, banyaknya sampah di laut hingga pesisir pantai Lampung mengubur potensi ini.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung, produksi sampah di Bandar Lampung mencapai lebih dari 700 ton per hari pada 2021. Selain membuat lingkungan tercemar, hal ini juga berpengaruh pada kualitas hasil laut.
Berangkat dari permasalahan itu, Dicky Dwi Alfandy tergerak untuk memberantas sampah-sampah tersebut. Bagi Dicky, laut Indonesia dapat dikatakan sebagai "supermarket sampah". Jika dibiarkan, kondisi ini tentu berpengaruh buruk untuk masa depan.
Bersama para rekannya, seorang pegiat lingkungan asal Lampung itu menyasar Pulau Pasaran, kawasan yang terkenal dengan sentra produksi ikan asin dan teri di Bandar Lampung.
Pria lulusan Universitas Lampung jurusan Biologi ini memulainya dengan melakukan aksi bersih-bersih sampah serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan demi kelestarian ekosistem laut.
Ilustrasi membersihkan sampah di tepi laut. Foto: Shutterstock
Dicky berharap bahwa aksi tersebut bisa berdampak positif bagi kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan.
Ia juga mendirikan organisasi nirlaba 'Gajahlah Kebersihan' pada 28 Oktober 2017 dan gencar menjalankan aksi yang melibatkan sejumlah pemuda di Tanah Air.

Dukung Aksi Dicky, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) Hadirkan Catalyst Changemakers Lab

Dicky menjelaskan Gajahlah Kebersihan telah di tahap progresif. Terdapat perubahan yang diciptakan, namun belum cukup cepat untuk menunjukkan dampak yang nyata. Ia pun berupaya untuk menemukan solusi agar perubahan yang dilakukan bisa memiliki dampak yang lebih signifikan dan holistik.
Gayung bersambut, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), melalui Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE), hadir untuk menyatukan para pembawa perubahan (changemakers) yang ingin membuat perubahan sistemik di sektor yang berkaitan dengan air dan sampah.
Di CCE, para pembuat perubahan diberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan diberi kesempatan berkolaborasi melalui program Catalyst Changemakers Lab (CCL). Tujuannya, agar solusi yang terintegrasi dan memberikan perubahan yang bermakna dapat tercipta.
YABB menyadari, solusi tanpa implementasi tentu tidak ada artinya. Oleh karena itu, CCE juga memberikan kesempatan bagi para pembawa perubahan untuk mewujudkan ide yang bisa menjadi solusi inovatif melalui proyek percontohan (pilot project) di lokasi yang membutuhkan.
Pada program CCL, kemampuan berpikir dan teknis para peserta–yang terdiri dari perusahaan startup dan organisasi kemasyarakatan–ditempa oleh para profesional. Foto: dok. YABB
Menurut Dicky, CCL menjadi program yang komprehensif dan berbeda dengan program sejenis lainnya. Pada program CCL, kemampuan berpikir dan teknis para peserta–yang terdiri dari perusahaan startup dan organisasi kemasyarakatan–ditempa oleh para profesional.
Hal tersebut dilakukan guna menciptakan inovasi yang menggabungkan teknologi dengan pemberdayaan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Perusahaan startup di bidang pengangkutan sampah ‘Angkuts’ dan lembaga riset nonprofit ‘Askara Cendekia’ adalah "jodoh" bagi Gajahlah Kebersihan untuk mendesain proyek percontohan yang diimplementasikan di Pulau Pasaran.
Diberi nama 'Pasaran Wawai', Dicky dan kawan-kawan dibantu oleh tim YABB serta para ahli bekerja sama untuk mematangkan ide, konsep, dan menyiapkan kebutuhan finansial sebelum proyek berjalan pada Mei 2021.
Pasaran Wawai mengusung konsep ekonomi sirkular melalui tiga pendekatan. Pertama, melalui edukasi tentang cara mengurangi dan memilah sampah. Kedua, menghadirkan platform digital pengangkutan sampah untuk meningkatkan jumlah sampah yang bisa dijual dan didaur ulang.
Ketiga, penggunaan teknologi untuk mengolah sampah plastik low value menjadi bahan bangunan, khususnya roster beton untuk membuat ventilasi. Selain itu, sampah-sampah yang ada juga didaur ulang menjadi produk kerajinan tangan yang bisa dijual.
Sampah-sampah yang terkumpul didaur ulang dan dijadikan produk yang bermanfaat. Foto: dok. YABB
Dengan adanya pilot project tersebut, kini Pulau Pasaran memiliki pengolahan sampah mandiri bernama RINDU (Rumah Inovasi Daur Ulang). Dicky mengungkapkan, proyek percontohan hasil kolaborasi ini berhasil membuat dampak yang lebih masif terhadap lingkungan, kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
Sebelumnya, banyak sampah yang terseret air hingga ke tepi pantai ketika air pasang. Sekarang, sampah-sampah itu tidak lagi bermunculan dan penduduk sekitar bisa mendapatkan penghasilan tambahan.
"Proyek ini membuka lapangan pekerjaan bagi warga setempat. Ada yang melakukan pengolahan dan daur ulang sampah, ada juga yang memberikan jasa layanan wisata," tutur Dicky.
Demi keberlangsungan program ke depan, Dicky dan tim menggandeng sejumlah pihak. Saat ini, ia sudah berkolaborasi dengan salah satu produsen minuman ternama yang bersedia mengumpulkan sampah produk minuman sachet-nya untuk diolah. Dicky juga tengah menyiapkan model bisnis untuk menarik investor agar proyek ini bisa terus berkembang dan memperluas dampak yang dihasilkan.
Dicky mengungkapkan bahwa timnya terus dikawal hingga proyek ‘Pasaran Wawai’ mandiri. "YABB terus membukakan akses ke berbagai pihak berkepentingan, seperti para pelaku bisnis, institusi pemerintahan, dan investor di forum internasional untuk diajak bekerja sama agar proyek berjalan secara berkelanjutan," jelasnya.
Dicky menargetkan program ini sudah direplikasi dan diimplementasikan sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Indonesia bagian timur pada 2025 mendatang. Pria berusia 26 tahun tersebut juga merasa tanpa bantuan dari tim CCE dari YABB, idenya belum tentu bisa diimplementasikan untuk menghasilkan dampak yang besar.
Tertarik mendapatkan bimbingan dan bantuan untuk mengimplementasikan gagasan, prototipe, atau program demi menghasilkan perubahan yang sistemik? Yuk bergabung dengan CCE dengan registrasi di sini.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan YABB