Claustrophobia, Penyebab Panik di Ruang Sempit

18 Maret 2017 10:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Claustrophobia (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Claustrophobia (Foto: Pixabay)
Peristiwa jatuhnya elevator dari lantai 7 di Blok M Plaza kemarin (17/3) menyisakan pilu dan ngeri yang membekas di benak para korbannya. Tak ada korban jiwa akibat kejadian ini, namun tiap korban menderita trauma yang cukup berat.
ADVERTISEMENT
Trauma yang muncul bisa bermanifestasi dalam bentuk ekspresi dan kecenderungan yang beragam. Salah satunya dapat berupa kondisi yang disebut claustrophobia, yaitu sebuah kondisi di mana seseorang akan merasa begitu takut berada di dalam ruangan yang sempit.
Kata claustrophobia sendiri berasal dari bahasa Latin, claustrum artinya berada di dalam ruang tertutup, sementara phobos artinya takut.
Seseorang yang mengidap claustrophobia akan merasa panik ketika ia berada di ruangan sempit, seperti ruangan tanpa jendela, elevator, terowongan, atau berada di dalam pesawat. Ruangan yang sempit akan memberikan tekanan bagi dirinya, sehingga ia merasa bahwa ruangan itu tampaknya terus menyempit dan akan menghimpit dirinya.
Seseorang yang mengidap claustrophobia akan memiliki beberapa kesulitan dalam kesehariannya, seperti terus menghindari ruang-ruang sempit yang bisa memicu serangan kepanikan dalam dirinya. Bila sudah akut, mereka akan lebih memilih untuk menggunakan moda atau fasilitas seperti tangga --tak peduli seberapa tinggi lantai tujuannya-- ketimbang harus naik elevator.
ADVERTISEMENT
Umumnya ada beberapa tanda untuk mengenali gejala claustrophobia, seperti berkeringat, tekanan darah meningkat, jantung berdebar, pusing, mulut kering, bernapas sangat cepat, gemetar, hingga tersedak-sedak saat sedang berada di ruangan sempit.
Claustrophobia dalam diri seseorang bisa terbentuk ketika ada pengalaman reflektif atau trauma masa lalu saat ia kecil, maupun saat ia sudah beranjak besar. Pengalaman seperti tenggelam di kolam renang yang dalam dan tidak bisa berenang, berada di keramaian dan terpisah dengan keluarga, atau terjepit di ruang sempit.
Dari segi biologis, studi yang dilakukan oleh Psychiatry and Clinical Neurosciences menyatakan bahwa mereka yang memiliki tendensi claustrophobia dalam dirinya memiliki amygdala yang lebih kecil. Amygdala adalah sekelompok saraf yang bentuknya seperti kacang almond dan berfungsi untuk mengatur emosi.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa langkah untuk mengobati claustrophobia:
Jika kamu pernah atau sering kali merasakan gejala yang serupa dengan claustrophobia, segera kunjungi psikolog dan psikiater untuk diagnosa yang lebih tajam dan penanganan yang tepat.
Jangan anggap remeh claustrophobia, karena rasa takut yang berlebihan bisa jadi memburuk pada kondisi fisik yang lemah dan rentan.