Connie Bakrie Ungkap Mafia Pengadaan Alutsista di Angkatan TNI

23 Mei 2021 11:50 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal selam KRI Nanggala-402. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Kapal selam KRI Nanggala-402. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Alutsista Indonesia tengah mendapat sorotan usai insiden tenggelamnya KRI Nanggala-402 di perairan Bali pada 21 April lalu. Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) pun kini terus berupaya maksimal dalam pengadaan dan modernisasi alutsista.
ADVERTISEMENT
Di tengah upaya tersebut, muncul dugaan adanya mafia pengadaan alutsista di TNI. Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menyebut ada keterlibatan mafia berinisial Mr M dalam pengadaan alutsista TNI.
Dalam wawancara di channel YouTube Deddy Corbuzier, Connie mengatakan sosok Mr M terlibat dalam pengadaan 12 drone di salah satu angkatan TNI.
Connie Rahakundini Bakrie. Foto: Facebook/Conni Rahakundini Bakrie
Connie enggan menyebut angkatan mana yang memesan drone tersebut. Namun yang jelas, drone tersebut dipesan di sebuah industri pertahanan palsu yang dikelola Mr M.
"Pernah kebayang enggak? Kejadian itu, salah satu angkatan pesan drone, enggak akan gue sebut (angkatan mana). Ini atas nama industri pertahanan pak bohong-bohongan ini," jelas Connie dikutip dari wawancara bersama Deddy Corbuzier, Sabtu (22/5).
Menurut Connie, 12 drone yang dipesan itu sayangnya gagal uji coba saat diterbangkan. "Presentasinya meyakinkan (akhirnya pesan) 12 biji (drone), tahu-tahu 10 jatuh semua," ujar dosen Universitas Pertahanan Indonesia ini.
Pengunjung memotret miniatur pesawat Hercules di pameran alutsista di komplek Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Atas insiden itu, kata Connie, pihak angkatan tak terima dan meminta penjelasan kepada Mr M. Namun Mr M merasa tak bersalah.
ADVERTISEMENT
"Komplen dong kepada rekanan ini, kepada si Mr M ini. Jawabnya, 'saya dijahatin orang, GPS (di drone) diganggu'. Oke dua (drone) terakhir dicoba lagi tempatnya tersembunyi dan jatuh lagi," ungkapnya.
Connie merasa drone yang dipesan itu tak memenuhi standar dan kualitas. "Kita tahu lah itu barang buatan mana, diotak-atik sedikit, dikasih bendera Indonesia seolah-olah punya Indonesia," terangnya.
Pihak angkatan pun akhirnya meminta agar uang yang dipakai untuk memesan drone dikembalikan, namun Mr M tak mau karena perkara balas jasa. Dari pengakuan Connie, ada indikasi penyogokan antara Mr M dengan pihak angkatan TNI dalam pengadaan drone ini.
"Si angkatan marah dong, 'berarti lo enggak bener dong, balikin uang kita, karena kita mesti punya drone'. Dia (Mr M) bisa jawab dong, 'oke kalau gitu balikin uang yang gue ajak lo jalan-jalan ke sini, gue traktir ke sana, gue beliin ini'," bebernya.
ADVERTISEMENT
"Mau marah enggak? Itu gue bilang apa? Gue bilang mafia? orang marah," imbuh Connie.
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Connie merasa polemik ini muncul karena tidak adanya integritas dalam pengadaan alutsista TNI. "Itu balik lagilah ke integritas," ujarnya.
Terkait cerita dan penyataan Connie tersebut, kumparan telah mencoba menghubungi Kapuspen TNI Brigjen Prantara Santosa untuk meminta konfirmasi, namun belum mendapat jawaban.

Mengingat Kembali Kasus Suap Pengadaan Helikopter AW 101 TNI

Pemeriksaan Helikopter AW 101. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Pernyataan Connie soal indikasi suap pengadaan alutsista mengingatkan kembali pada kasus pengadaan helikopter AgustaWestland berkode AW 101 seharga Rp 715 miliar pada 2016, yang akhirnya menjadi bancaan korupsi petinggi TNI AU.
Korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 220 miliar. Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo, membeberkan perjalanan kasus korupsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Presiden Jokowi pada Desember 2015, menyatakan menolak rencana TNI AU membeli helikopter AW 101, pengganti helikopter super puma kepresidenan. Jokowi merasa pengadaan helikopter canggih itu belum perlu karena pertimbangan perekonomian negara.
Konpers Kasus Helikopter AW 101. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Tapi setahun kemudian pesawat berbaling-baling itu tetap dibeli. Menurut Gatot, kontrak Mabes TNI AU dengan perusahaan penggarap jasa militer PT Diratama Jaya Mandiri tetap diteken pada 29 juli 2016.
"Presiden memerintahkan untuk mengejar kejanggalan pembelian itu," kata Gatot saat konferensi pers bersama KPK Jumat (26/5/2017). Kasus ini pun akhirnya ditangani bersama KPK.
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat KSAU mengatakan helikopter AW 101 datang pada Januari 2017. Namun tetap janggal, helikopter itu tidak sesuai spesifikasi yang diminta.
Pemeriksaan Helikopter AW 101. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selain bersama KPK, TNI menggandeng BPK, PPATK, dan Polri untuk mengusut kasus korupsi ini. Hasil pengusutan, TNI menetapkan lima petinggi TNI AU sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya FA, pejabat pemegang kas Letkol (Adm) WW.
Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.
Di sisi lain KPK menetapkan satu tersangka dari pihak swasta, yakni Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri.
Helikopter AW 101 Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kasus ini juga menyeret nama mantan KSAU, Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Agus beberapa kali sempat dipanggil penyidik KPK. Ia secara tegas membantah terlibat dalam kasus ini. Ia merasa ada pihak yang sengaja menyeret namanya selepas menjabat KSAU.
Padahal menurut Agus, tudingan itu tidak pernah terlontar saat dirinya masih menjabat KSAU. Menurutnya, pihak yang menyeret namanya tidak mengerti dasar peraturan pengadaan alutsista dalam UU APBN.
ADVERTISEMENT
"Sebetulnya dari awal dulu saya tidak mau bikin gaduh, bikin ribut permasalahan ini. Karena AW 101 ini harusnya teman-teman juga tahu, coba tanya kepada yang membuat masalah ini tahu enggak UU APBN? Tahu enggak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa? Kalau tahu tidak mungkin melakukan hal ini," ujar Agus Supriatna usai diperiksa di Gedung KPK, Rabu (6/6/2018).
****
Saksikan video menarik di bawah ini: