Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Council of Gen Z Jadi Wadah Bersuara Anak Muda Soal Krisis Iklim
4 Oktober 2024 20:43 WIB
·
waktu baca 4 menitPadahal Gen Z disebut sebagai generasi yang akan menghadapi dampak langsung dari keputusan hari ini, termasuk di daerah kecil yang sering luput dari perhatian.
Executive Director Generasi Melek Politik (GMP) Neildeva Despendya menilai anak muda hanya dijadikan target audiens, namun belum didengarkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Sebab dalam negara demokratis, budaya dialog terbuka seperti town hall meeting menjadi bagian dari proses politik.
“Misalnya di Amerika Serikat, Finlandia, New Zealand, dan Inggris yang mempunyai Youth Parliament Forum untuk memungkinkan anak muda menyampaikan kritik dan aspirasi langsung kepada pemerintah. Namun, di Indonesia, budaya dialog semacam ini masih minim, terutama bagi generasi muda yang sering kali tidak mendapatkan ruang yang memadai untuk menyuarakan pandangan mereka,” tutur Neildeva, Jumat (4/9).
Menyadari pentingnya partisipasi generasi muda, Neildeva berkomitmen menjadi pelopor dalam memperkuat partisipasi anak muda melalui Council of Gen Z (COGZ) dengan mengusung topik terkini, soal kebijakan krisis iklim di pemerintahan baru.
“Ini (COGZ) adalah inisiatif yang bertujuan menciptakan ruang partisipasi politik yang aman dan inklusif bagi anak muda, tidak hanya memberikan ruang diskusi, tetapi juga bertujuan untuk memberdayakan generasi muda agar lebih terlibat dalam politik, memastikan bahwa suara mereka turut diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan,” terangnya.
COGZ mempertemukan 10 perwakilan Gen Z peserta terbaik Academia Politica, yang berasal dari berbagai daerah yakni Kalimantan, Bandung, Yogyakarta, Jabodetabek, dan Sulawesi.
Mereka secara langsung menyampaikan isu-isu iklim dan lingkungan kepada tiga orang perwakilan pemerintahan baru nanti, yakni Triana Krisandini Tandjung, Gemintang Kejora Mallarangeng, dan Faiz Arsyad.
Triana Krisandini menanggapi soal kota berkelanjutan. Dia mengatakan, masyarakat, NGO, perusahaan, dan pemerintah memiliki peran yang sama pentingnya dalam membangun kota yang ramah lingkungan tanpa merusak ekosistem yang ada khususnya dalam pembangunan IKN.
“Misalnya dari segi perusahaan, diperlukan transparansi kegiatan industri seperti pencatatan dan pelaporan dampak iklim yang dikeluarkan untuk publik. Dengan demikian, pemerintah dapat membuat regulasi agar kegiatan industri dilakukan secara ramah lingkungan,” kata Triana dalam diskusi COGZ.
Kemudian soal transportasi berkelanjutan, Triana menyebut Indonesia bisa mencontoh Singapura yang berhasil menurunkan hampir setengah emisinya dengan membuat atap di atas trotoar demi kenyamanan pejalan kaki.
“Diperlukan juga transisi dari kendaraan umum dengan bensin menjadi kendaraan umum berbasis listrik demi menurunkan polusi,” tutur dia.
Triana menambahkan, soal pariwisata berkelanjutan, pengelolaan limbah berkelanjutan dan polusi laut menjadi pemahaman tambahan bahwa sampah tidak cukup hanya dibuang melainkan harus dipilah dengan benar. Tujuannya, sebagai bentuk mitigasi penumpukan sampah dengan kandungan gas metana yang tinggi.
“Mendaur ulang sampah yang sudah dipilah sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berbasis ramah lingkungan,” harap dia.
Senada dengan itu, Faiz Arsyad juga menyampaikan pandangannya soal kota berkelanjutan. Menurut dia, sebelum mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), diperlukan proses verifikasi secara jelas dari Kementerian ESDM serta kementerian lainnya yang sifatnya bukan hanya sekadar formalitas di lapangan.
“Dengan demikian, proses IUP tidak serta merta dikeluarkan begitu saja melainkan sudah melalui proses yang detail sehingga tetap mempertahankan lahan hijau dan tidak merusak lingkungan,” kata Faiz.
Dia memastikan, usulan dan gagasan anak muda di forum audiensi membawa data atau jurnal pendukung sehingga mudah diimplementasikan. Selain itu, anak muda harus take action atas semua gagasan.
“Penting mengutamakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik Indonesia dan bersifat transit oriented. Tidak hanya itu, krusialnya peran masyarakat lokal dalam mengawasi pembangunan IKN agar selalu sustainable,” ungkap Faiz.
Terakhir, Gemintang Kejora Mallarangeng menanggapi soal transportasi berkelanjutan yang memperhatikan kesamaan standar polusi udara antara kementerian atau institusi di Indonesia dengan institusi global atau internasional agar semua pihak merasakan urgensi yang sama.
“Lakukan monitoring dan evaluasi terkait standar tersebut,” tutur dia.
Gemintang mendorong masyarakat lokal harus mencontohkan perilaku turis yang baik dengan pengetatan pemberlakuan norma dan nilai yang berlaku di daerah melalui sosialisasi agar perilaku tersebut juga diadopsi oleh turis.
“Perlunya regulasi yang ketat terkait pengolahan limbah bagi setiap industri dan terus mengadvokasi para pebisnis dan elite politik di daerah terkait pentingnya menjaga ekosistem laut dengan tidak membuang limbah hasil industri ke laut,” tutup dia.