COVID-19 Melandai, Singapura Izinkan Pekerja Asing Tinggalkan Asrama

24 Juni 2022 16:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana ruang isolasi bagi pekerja migran di Singapura. Foto: Reuters/Edgar Su
zoom-in-whitePerbesar
Suasana ruang isolasi bagi pekerja migran di Singapura. Foto: Reuters/Edgar Su
ADVERTISEMENT
Setelah dua tahun menerapkan pembatasan COVID-19 yang ketat, Singapura mulai Jumat (24/6/2022) mencabut kebijakan izin khusus bagi para pekerja migran yang ingin meninggalkan asramanya.
ADVERTISEMENT
Namun masih ada beberapa kebijakan lain yang masih dipertahankan. Kebijakan-kebijakan itu dinilai para aktivis kemanusiaan sebagai tindakan diskriminatif.
Sejak pandemi melanda Singapura, karantina wilayah diberlakukan di kompleks asrama yang dihuni oleh sekitar 300.000 pekerja migran. Para pekerja migran yang sebagian besar berasal dari Asia Selatan tersebut hidup berdampingan, tinggal di kamar bersama, dan tidur di ranjang susun.
Para aktivis hak asasi manusia mengecam perlakuan pemerintah terhadap para pekerja migran tersebut. Mereka menilainya sebagai kondisi hidup yang buruk untuk para pekerja migran yang diupah rendah. Pasalnya, bagi kebanyakan penduduk Singapura, pembatasan pergerakan yang ketat hanya berlaku untuk waktu yang singkat.
Namun tidak bagi para pekerja migran. Mereka tetap menjalani pembatasan dan hanya bisa keluar asrama jika hendak pergi bekerja atau untuk menjalankan tugas. Hanya baru-baru ini pihak berwenang secara bertahap melonggarkan pembatasan tersebut bagi para pekerja migran.
Pendeta Samuel Gift Stephen mengirimkan makanan kepada pekerja migran di Singapura. Foto: REUTERS/Edgar Su
Pelonggaran pembatasan itu memungkinkan para pekerja migran untuk mengunjungi tempat wisata dan mengizinkan mendatangi area tertentu dengan akses khusus. Kendati demikian, para pekerja migran tidak bisa bergerak bebas seperti yang dilakukan oleh penduduk Singapura pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Dengan dicabutnya kebijakan perizinan khusus mulai Jumat, para pekerja migran yang ditempatkan di industri, konstruksi, dan pemeliharaan sudah dapat bebas bepergian – namun tidak sebebas penduduk lokal lainnya.
Ketatnya peraturan di Negeri Singa itu masih mengharuskan mereka untuk mengajukan izin apabila ingin mengunjungi empat destinasi populer pada Minggu dan hari libur. Kuantitasnya pun dibatasi, yakni 80.000 tiket per harinya.
Kebijakan ini pun dilakukan bukan tanpa alasan. Kepada AFP, pihak Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan, langkah ini diambil untuk menjaga keseimbangan ruang gerak dan mobilitas masyarakat.
Suasana ruang isolasi bagi pekerja migran di Singapura. Foto: Reuters/Edgar Su
“Langkah tersebut (bertujuan) untuk mengelola tingginya angka pengunjung ke daerah-daerah pusat perbelanjaan di daerah-daerah itu dalam kurun waktu tertentu,” kata juru bicara Kementerian Ketenagakerjaan Singapura.
ADVERTISEMENT
“Bahkan saat kami membebaskan batas kunjungan masyarakat, rasa kewaspadaan masih dibutuhkan, karena pandemi belum berakhir,” sambung dia.
Seorang aktivis dari kelompok lokal yang mendukung pekerja migran (Organisasi Kemanusiaan untuk Ekonomi Migrasi), Desiree Leong, menyambut baik diakhirinya persyaratan izin keluar asrama bagi pekerja migran tersebut. Namun ia mengecam pembatasan lain yang masih ditetapkan sebagai tindakan diskriminatif.
“Untuk kita semua, kita tidak lagi memiliki pembatasan pergerakan,” ujar Leong. “Sulit untuk melihat mengapa pembatasan itu masih berlaku untuk pekerja migran,” tutupnya.