CSIS: Membangun ASEAN Membutuhkan Good Neighbor Policy

13 Januari 2025 14:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Luar Negeri Sugiono memberikan pemaparan saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, (10/1/2025). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Luar Negeri Sugiono memberikan pemaparan saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, (10/1/2025). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menlu Sugiono dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) beberapa waktu yang lalu menyinggung peran Indonesia di tingkat global. Saat itu, Sugiono mengatakan Indonesia ingin menjadi tetangga yang baik dan hal itu dimulai dari kawasan ASEAN.
ADVERTISEMENT
Peneliti CSIS Indonesia, Andrew Mantong, menilai Kemlu belum memiliki arah kebijakan yang cukup koheren dalam menyikapi berbagai konflik yang terjadi di ASEAN selain mencapai code of conduct di Laut China Selatan dan menegaskan treaty of amity and cooperation.
“Yang harus dicatat, conflict prevention memerlukan penerjemahan komitmen normatif yang biasanya ada di treaty. Kita punya track record yang cukup besar di kawasan untuk membangun desain keamanan regional karena kita aktif membangun beberapa mekanisme ASEAN,” kata Andrew dalam keterangannya, Senin (13/1).
Sehingga, Andrew menilai Indonesia perlu membangun kebijakan tetangga baik di kawasan ASEAN. Apalagi, kawasan ASEAN dikelilingi berbagai konflik regional mulai dari yang terjadi di Myanmar, Laut China Selatan, hingga Semenanjung Korea.
ADVERTISEMENT
“Yang juga harus dicatat bahwa membangun ASEAN membutuhkan good neighbor policy ke dalam wawasan regional yang lebih koheren. Kunjungan bilateral Prabowo harus dilanjutkan dengan upaya Menlu sendiri membangun rapor, membangun kesepahaman di antara negara-negara tetangga di ASEAN dalam menentukan arah ASEAN ke depan seperti apa,” ungkapnya.
Menurut Andrew, hal ini penting dilakukan untuk memberi sinyal bahwa pemerintah Indonesia tidak berpaling dari ASEAN karena sedang melakukan beberapa inovasi di dalam kebijakan luar negeri termasuk, termasuk bergabungnya Indonesia ke blok ekonomi BRICS.
“Ini penting klarifikasi beberapa kebingungan yang muncul di 100 hari pertama, misalnya statement bersama Presiden Prabowo dan Presiden China Xi Jinping tentang overlapping claims yang berkaitan dengan hukum internasional. Dan pada gilirannya arsitektur kawasan yang kami harus tegaskan harus diperkuat sebagai syarat, sebagai komitmen global Indonesia,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Andrew mengatakan, Sugiono dalam pidatonya menyinggung soal reputasi Indonesia dalam membangun arsitektur kawasan, dimulai dari Konferensi Asia Afrika, pembentukan ASEAN hingga UNCLOS. Sehingga, reputasi itu harus dilanjutkan melalui platform diplomasi lain seperti BRICS.
“Kemudian kebijakan luar negeri harus jalan dengan pembangunan, ini poin yang baik yang disampaikan Menlu. Dan kita sepakat pembangunan SDM adalah hulu dari dicapainya kekuatan negara. Tapi yang harus dicatat, kekuatan negara di era sekarang bukan hanya terdiri dari kemandirian semata, tapi seberapa Indonesia bisa menyerap faktor eksternal untuk memperkuat kekuatan-kekuatan Indonesia,” jelasnya.
Andrew mengatakan, Indonesia membutuhkan investasi sebanyak-banyaknya agar dapat membangun SDM dan membangun pertahanan nasional yang tentunya dengan kerja sama internasional.
“Membangun SDM yang sering dinyatakan melalui makan bergizi gratis harus berjalan seiringan dengan upaya Indonesia untuk meningkatkan industri dan pertahanan nasional. Butuh investasi yang lebih lanjut (yang) harus ditopang reformasi dalam negeri untuk perbaikan tata kelola, dan juga memastikan bahwa tetap terdapat peran serta masyarakat luas,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT