CSIS: RI Gabung BRICS Inovasi, tapi Harus Ada Strategi Peningkatan Hubungan

13 Januari 2025 13:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Luar Negeri Sugiono memberikan pemaparan saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, (10/1/2025). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Luar Negeri Sugiono memberikan pemaparan saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, (10/1/2025). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) Menlu Sugiono beberapa waktu lalu menyinggung sejumlah hal, termasuk bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh blok ekonomi BRICS.
ADVERTISEMENT
Peneliti CSIS Indonesia, Andrew Mantong, menilai PPTM menjadi penting karena akan menunjukkan arah kebijakan luar negeri Indonesia sepanjang pemerintahan Prabowo-Gibran. Dalam kaitannya dengan BRICS, Andrew menilai langkah yang dilakukan Indonesia dengan bergabung ke blok ekonomi negara berkembang ini menjadi sebuah inovasi.
“Engagement Indonesia dengan BRICS harus diterima memang sebagai inovasi, sebagai gebrakan dari pemerintahan Prabowo,” kata Andrew dalam keterangannya, Senin (13/1).
Meski demikian, Andrew melihat inovasi Prabowo ini harus disertai dengan sejumlah strategi. Salah satunya lewat peningkatan hubungan dengan negara-negara pembentuk sistem tatanan dunia yang disinggung Sugiono dalam pidatonya.
“Tapi memang harus disertai strategi meningkatkan hubungan dengan negara-negara yang dalam pidato Menlu disebut sebagai negara-negara yang mendirikan sistem multilateralisme,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Presiden Putin memimpin KTT BRICS Plus 2024 di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). Foto: Sergey Bobylev/Photohost agency brics-russia2024.ru
Menurut Andrew, peningkatan hubungan ini tidak hanya lewat level pemerintahan tapi juga harus dalam berbagai level hingga ke hubungan people to people.
“Berhubungan dengan negara-negara ini seperti AS dan sekutu-sekutunya yang dulunya pendiri sistem multilateralisme, harus kita catat tidak hanya melibatkan pemerintah dengan pemerintah, tapi Indonesia dengan pelaku bisnis di sana, dengan masyarakat sipil di sana, dengan institusi penelitian yang dalam banyak hal masih terikat prinsip-prinsip good governance, demokrasi, kesetaraan,” jelasnya.
“Dan yang paling penting dunia seperti apa yang harus kita bangun sekarang,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Andrew mendorong pemerintah Indonesia menyusun program-program apa saja yang akan dilakukan usai menjadi anggota BRICS.
“Oke Indonesia join BRICS, tapi apa programnya? Apakah Indonesia ingin jadi anggota DK PBB? Atau kalau ada diskusi di BRICS siapa wakil negara berkembang yang duduk di DK PBB, reformasi seperti apa, World Bank harus direformasi seperti apa, harus ditunjukkan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
“Pada akhirnya, join BRICS dan lain-lain hanyalah pertanyaan sekunder dibandingkan pertanyaan primer. Kepentingan kita dan agenda kita apa, dan dunia seperti apa yang ingin kita bangun di pemerintahan Prabowo,” pungkasnya.