Curhat Bawaslu: Gugatan Dicicil, PSU Berkali-kali

9 Mei 2025 3:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kanan) dan Anggota Bawaslu Kordiv Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Puadi (kiri) di kantor Bawaslu RI, Jakarta pada Rabu (27/11/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kanan) dan Anggota Bawaslu Kordiv Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Puadi (kiri) di kantor Bawaslu RI, Jakarta pada Rabu (27/11/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengeluhkan praktik gugatan pemilu yang diajukan secara bertahap, sehingga memicu pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) lebih dari satu kali.
ADVERTISEMENT
“Ini kok misalnya kasus di MK A tiba-tiba setelah kalah di MK A, PSU muncul lagi kasus yang baru, masalah ijazah lagi. Kan kita bingung kok laporan dicicil gitu loh. Jadi nggak di, yaudah kalau ada informasi ya di-share aja langsung, sehingga kemudian PSU cuma sekali nanti,” kata Bagja saat diskusi revisi UU Pemilu dan Pemilihan di Jakarta, Kamis (8/5).
Bagja menilai adanya pihak-pihak yang berharap PSU dilakukan berulang kali.
“Ini kan orang banyak yang berharap PSU berkali-kali. Kami penyelenggara, saya dan Pak Afief tidak ingin PSU berkali-kali. PSU kalau pun cukup sekali. Tidak ada lagi PSU dan UU lagi. PSU ulang-ulang dan ulang,” ujarnya.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Ia juga menyinggung kasus pencalonan mantan narapidana yang bermasalah akibat surat keterangan dari pengadilan yang ditarik setelah penetapan calon.
ADVERTISEMENT
“Surat itu ditarik. Kejadian Pasaman seperti itu. Jadi kami kira ke depan, kita harus punya sistem yang lebih baik lagi untuk memantau apa yang akan maju ini, apakah memang terpidana atau tidak pernah dipidana,” tambahnya.
Bawaslu mendorong sistem pemilu yang lebih terintegrasi, termasuk soal sengketa proses yang bisa terkoneksi langsung dengan PTUN, kejaksaan, kepolisian, hingga Mahkamah Konstitusi.
“The end-nya, semua penegakan hukum pemilu akan berakhir pada Mahkamah Konstitusi. Itulah kamar terakhir yang kemudian, sudah di situ, selesai. Jangan kemudian ada kamar yang lain lagi setelah itu,” tegas Bagja.