Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Yony (51) wirausaha angkutan kapal tradisional Pulau Panggang-Pramuka, mengeluhkan mahalnya harga BBM di Kepulauan Seribu.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kebutuhan BBM di Kepulauan Seribu didapatkan dari Pertamina yang berlokasi di Jakarta dan Tangerang. Biaya akomodasi yang lumayan mahal berdampak pada harga BBM di Kepulauan Seribu.
Warga perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 10.000/liter untuk membeli BBM. Padahal sebelumnya, masyarakat Kepulauan Seribu bisa mendapatkan harga BBM subsidi RP 5.000/liter ketika Pertamini masih berada di sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Namun, usai pandemi Covid-19 usaha Pertamini bersubsidi tersebut sudah tidak ada lagi.
“Nah, kemarin itu bersubsidi juga. Ada untungnya lah, penelayan. Di situ beli BBM lebih murah. Cuman Rp 5.000 per liter. Tapi selama ini, nggak ada lagi. Apakah bangkrut atau bagaimana, nggak tahu. Terakhir ada 2021,” kata Yony kepada kumparan, di Pulau Panggang Kepulauan Seribu, Minggu (10/11).
ADVERTISEMENT
Padahal, kata Yony, BBM bersubsidi tersebut sangat membantu masyarakat Kepulauan Seribu. Khususnya para nelayan yang sehari-hari membutuhkan bahan bakar solar untuk menggerakkan kapalnya.
Saat ini warga membeli BBM dari toko kelontong di Kepulauan Seribu. Namun harganya jauh lebih tinggi. Biasanya toko-toko tersebut menjual seharga RP 25.000 untuk ukuran botol aqua 1,5 liter.
“Kalau kami ini untuk BBM, itu kita beli di warung-warung kelontong. Dengan harga sekitar Rp 10.000 per liter. Kalau untuk BBM ukuran 1,5 liter sebesar botol aqua dijual sekitar Rp 25.000. Itu pun dia membelinya di Jakarta juga,” ujarnya.
Yony menuturkan tidak semua toko kelontong dapat menjual BBM. Bagi toko yang hendak menjual BBM perlu mendapatkan surat izin usaha dari Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan surat izin usaha, kata Yony, perlu prosedur panjang. Termasuk biaya pengurusan yang juga tidak murah.
“Surat-suratnya. Kan punya surat. Apa ya, kalau kita surat izin usahanya, terus peruntukannya ke mana. Nah, kalau perizinan itu dari pihak KPKP ada, dia bisa membeli di bensin atau BBM solar itu di Pom Bensin Jakarta,” ucapnya.
“Jelas dikenai biaya. Karena bikin surat itu lebih mahal,” tambah dia.
Subsidi kapal tak tepat sasaran
Selain harga BBM yang mahal, Yony juga mengeluhkan soal kapal penumpang bersubsidi dari Dinas Perhubungan yang dinilainya tidak tepat sasaran.
Awalnya, kapal tersebut diperuntukkan untuk warga Kepulauan Seribu, tetapi kenyataannya lebih banyak wisatawan yang menggunakannya. Dampaknya masyarakat jadi terbebani dengan harga tiket kapal yang cukup mahal.
“Lalu adalah kapal yang untuk Dinas Perhubungan, itu bersubsidi. Itu peruntukan orang pulau sebenarnya. Jadi awal pertama harga Rp 22.000. Nggak lama lah, masih tahun kemarin dan sekarang harga tersebut naik,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang harga tiket kapal dari Dinas Perhubungan di angka Rp 52.000. Tiketnya dibeli melalui online.
"Nah, kalau untuk kapal yang jarak jauh, kalau kapal tradisional pulau, itu tiket kapal kalau dari Kaliadem Pulau, itu sekitar Rp 82.000,” pungkasnya.