Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Ledakan memorakporandakan gerbong kereta yang sedang dalam perjalanan menuju stasiun kereta bawah tanah Technical Institute di St Petersburg, Rusia pada Senin (3/4). Setidaknya 11 orang tewas dan 43 luka-luka akibat ledakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dua jam berselang, polisi menemukan sebuah bom di tempat terpisah, tepatnya di stasiun Vosstaniya. Lembaga anti-teror Rusia (NAK), meyakini bahwa serangan tersebut merupakan aksi teror. Bukti-bukti menunjukkan ada dugaan kuat mengarah pada organisasi teror berhaluan Islam radikal.
Rusia akhirnya menerima ‘giliran’ mendapat serangan organisasi teror. Melihat aksi teror di St Petersburg, dugaan langsung mengarah mengarah ke ISIS. Aksi teror telah dilancarkan ke berbagai negara seperti Turki, Jerman, Perancis, dan yang terakhir Inggris dalam kurun 6 bulan terakhir didalangi oleh ISIS.
Mengutip Reuetrs, pada dasarnya Rusia terbilang cukup sering menerima serangan teror. Rusia saat ini bersama ISIS sedang bergelut dalam medan tempur di Suriah. Putin mendukung rezim Bassar al Asaad, musuh ISIS dalam medan perang. Apalagi, Rusia memiliki musuh lama yaitu para pemberontak di Kaukasus.
ADVERTISEMENT
Serangan teror yang secara resmi diakui ISIS pertama terjadi pada Oktober 2015. ISIS menembak jatuh pesawat penerbangan sipil yang berisi para pelancong yang baru saja berlibur di Laut Merah. Sebanyak 224 orang tewas.
Namun, menuduh ISIS sebagai pelaku teror tidak sesederhana itu. Serangan teroris yang terjadi di Rusia kebanyakan didalangi oleh pemberontak Cechnya dan kelompok lain dari pegunungan Kaukasus di bagian selatan.
Bahkan, ketika Rusia ikut melakukan operasi anti-teror terhadap organisasi mainstream seperti Al Qaidah, kelompok Chechnya dan organisasi teror asal Kaukasus tetap menjadi perhatian utama.
Pada tahun 2006, pemerintah Rusia resmi melarang 17 organisasi teror termasuk Taliban dan Al Qaidah. Pelarangan dilakukan setelah organisasi tersebut “hendak melawan hukum yang berlaku di Rusia dan berhubungan dengan pemberontak di Kaukasus”.
ADVERTISEMENT
Pemberontak Cechnya mengalami pergolakan panjang dengan Rusia. Sejak tahun 1725, kelompok masyarakat muslim Cechnya telah melalui rangkaian konflik bersenjata dengan penguasa Rusia.
Setelah keruntuhan Soviet, beberapa kelompok bersenjata Cechnya menjelma menjadi organisasi teror. Kelompok pimpinan Doku Umarov ini pernah bertanggung jawab terhadap berbagai serangan yang terjadi di Rusia.
Pada 27 November 2009, bom meledak di kereta bawah tanah Moskow. Insiden tersebut menyebabkan 26 tewas dan 100 orang luka. Kelompok Umarov menyatakan bertanggung jawab terhadap aksi ini.
Aksi teror yang dilakukan oleh pemberontak Cechnya paling menonjol terjadi pada 29 Maret 2010. Dua perempuan melakukan serangan bom bunuh diri di kereta bawah tanah Moskow membunuh 40 orang dan melukai 100 orang. Lewat serangan tersebut, Umarov memberi pesan ke pemimpin Rusia bahwa “perang akan sampai di kota kalian.”
ADVERTISEMENT
Serangan kelompok Islam radikal juga menyasar transportasi udara. Pada Agustus 2004, dua bom bunuh diri menyerang dua pesawat sipil. Kedua pesawat jatuh dan membunuh 90 orang penumpang.
Bom bunuh diri kemudian berulang pada 24 Januari 2011. Bandara Domodedovo di Moskow diserang bom bunuh diri yang membunuh 37 orang dan melukai 180 orang.
Kelompok Chechnya merupakan ancaman terbeasr terhadap keamanan Rusia. Serangan oleh militan Chechnya telah membunuh 1.130 orang, terbanyak di antara kelompok lain.
Pada tahun 2015, pemberontak Cechnya di Kaukasus berubah wujud menjadi simpatisan ISIS. Ulayat Nokhchicho dan ulayat dagestan terdiri dari dua kelompok besar yang telah lama merongrong pemerintah Rusia. Berdirinya ISIS di Kaukasus utara dideklarasikan pada 23 Maret 2015 oleh Ruslan Adimarov. Bergabungnya kelompok Cechnya kepada ISIS menjadi tantangan keamanan baru bagi Rusia.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 21:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini