Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dakwaan: 3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Bagi-bagi Uang Suap di Ruang Kerja
24 Desember 2024 16:27 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap uang suap yang diterima oleh tiga Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dibagi-bagikan di ruang hakim. Tiga Hakim PN Surabaya tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan ketiga Hakim PN Surabaya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/12).
Dalam dakwaan itu, jaksa menyebut bahwa ketiga Hakim tersebut menerima total uang suap sebesar Rp 4,6 miliar yang diterima dari Lisa Rachmat selaku pengacara Ronald Tannur. Uang yang diberikan Lisa tersebut berasal dari Meirizka Widjaja selaku orang tua Ronald Tannur.
"Bahwa selama proses persidangan perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul selaku Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur telah menerima uang tunai sebesar Rp 1.000.000.000 dan SGD 308.000 (setara Rp 3,6 miliar)," kata jaksa membacakan surat dakwaan.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut, awalnya Hakim Erintuah Damanik menerima uang sejumlah SGD 140.000 dengan pecahan SGD 1.000 dari Lisa Rachmat. Penyerahan uang itu terjadi di Gerai Dunkin Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, pada awal Juni 2024.
Usai uang tersebut diterima, Erintuah pun sepakat untuk membagi-bagikan uang itu bersama Heru Hanindyo dan Mangapul. Pembagian uang suap itu terjadi di ruang kerja hakim.
"Kemudian bertempat di ruang kerja hakim, lalu Terdakwa Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul sepakat untuk membagi uang tersebut dengan pembagian masing-masing untuk Terdakwa Heru Hanindyo sebesar SGD 36.000, untuk Erintuah Damanik sebesar SGD 38.000, dan untuk Mangapul sebesar SGD 36.000," papar jaksa merinci pembagian uang tersebut.
"Sedangkan sisanya sebesar SGD 30.000 disimpan oleh Erintuah Damanik," lanjut jaksa.
Kemudian, pada akhir Juni 2024, di Gerai Dunkin Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, Erintuah Damanik kembali menerima uang sebesar SGD 48.000 dari Lisa Rachmat.
ADVERTISEMENT
Lalu, jaksa mengungkapkan bahwa pada Juli 2024, giliran Heru Hanindyo yang menerima uang tunai dari Lisa Rachmat. Heru menerima uang sebesar Rp 1 miliar dan SGD 120.000. Penyerahan uang itu terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya.
Jaksa menyebut penerimaan uang tersebut diketahui atau patut diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada ketiga Hakim tersebut untuk memvonis bebas Ronald Tannur.
"Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul mengetahui bahwa penerimaan uang dari Lisa Rachmat adalah untuk mempengaruhi Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum," tutur jaksa.
Dalam sidang itu, ketiga Hakim PN Surabaya tersebut tak hanya didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar. Mereka juga didakwa menerima gratifikasi terkait putusan bebas terhadap Ronald Tannur.
ADVERTISEMENT
Berikut rincian gratifikasi yang diterima masing-masing hakim:
Erintuah Damanik
Erintuah didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 608,8 juta. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
Heru Hanindyo
Heru Hanindyo juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 835,5 juta. Berikut rinciannya:
Mangapul
Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 125,4 juta. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatannya, ketiga Hakim PN Surabaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.