Dampak Sedimentasi, Danau Rawa Pening Terancam Hilang

20 Februari 2019 20:46 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah alat Berky yang disiagakan untuk pengedukan sedimentasi di Danau Rawa Pening. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah alat Berky yang disiagakan untuk pengedukan sedimentasi di Danau Rawa Pening. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan.
ADVERTISEMENT
Rawa Pening, danau alami seluas 2.667 hektare yang berada di Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, saat ini dalam kondisi kritis dan memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Secara fisik, Rawa Pening memiliki potensi agrowisata eksotis yang menarik perhatian banyak pihak. Selain itu juga menjadi lahan mata pencaharian petani dan nelayan sekitar.
Namun di baliknya, ternyata menyimpan berbagai masalah berbahaya dan merugikan. Di antaranya masalah pendangkalan atau sedimentasi, pertumbuhan eceng gondok tidak terkendali. Bahkan ada juga warga yang bercocok tanam di danau saat kering.
Dampak kerugiannya dinilai tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh masyarakat sekitar maupun pemerintah. Bahkan, jika tidak dilakukan penanganan serius, Rawa Pening terancam hilang.
“Sebelum tahun 1990, Rawa Pening memiliki kedalaman 15 meter. Saat ini (data terakhir tahun 2018) dengan luasan yang sama, hanya tersisa 3 meter akibat pendangkalan,” ujar Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, Ruhban Ruzziyatno, usai rapat dengan Gubernur Jawa Tengah di Rumah Dinas Puri Gedeh, Kota Semarang, Rabu (20/2).
ADVERTISEMENT
Bahkan saat ini, kata Ruhban, Rawa Pening masuk dalam daftar 15 danau kritis di Indonesia. Rawa Pening ditumbuhi eceng gondok hampir 75 persen dari luasnya.
Sejumlah alat Berky yang disiagakan untuk pengedukan sedimentasi di Danau Rawa Pening. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan.
Setiap tahunnya, terjadi pendangkalan setinggi 42 cm karena faktor sampah yang berasal dari pabrik, rumah tangga, dan 14 anak sungai sekitar.
Penurunan kapasitas tampungan air akibat proses sedimentasi mengakibatkan dampak penurunan fungsi dan daya guna waduk.
“Dulu 1990, Rawa Pening seperti mangkok. Sekarang ini menyusut seperti piring. Hal itu mengakibatkan, kehilangan air sebanyak 15 juta kubik air setiap tiga bulan. Ini bisa 3 kali lipat dari Waduk Jatibarang,” katanya.
Selama ini, lanjut Ruhban, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui BBWS baru sebatas melakukan penanganan masalah pertumbuhan eceng gondok. Selain itu, pemberdayaan melalui masyarakat untuk memanfaatkan eceng gondok.
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Pengelolaan DAS Hutan Lindung Pemali-Jeratun, Sri Handayaningsih, menambahkan parahnya kondisi Rawa Pening di mana volume debit air yang selama ini untuk irigasi dan PLTA sudah menyusut.
Sedimentasinya, kata Sri, mencapai 72 ton per tahun. Bahkan, kondisi sedimentasi di badan danau juga parah mulai dari hulu.
"Di sisi lain ada faktor eutrofikasi atau tingkat kesuburan yang tinggi sehingga memicu pertumbuhan eceng gondok lajunya cepat," ujar dia.
Dia menjelaskan, terkait dengan penggunaan Danau Rawa Pening untuk lahan pertanian memang sudah terdapat peraturan daerah yang mengaturnya. Yakni, setiap danau terdapat daerah sepadan atau pasang surut yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
"Nah yang terjadi, penggunaan tanpa pengendalian. Dan yang mengendalikan seperti instansinya ini belum ada, regulasinya juga tidak ada," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lahan yang dimanfaatkan pertanian itu juga merupakan lahan milik warga sehingga pemerintah kesulitan untuk mengatasi. Meski demikian, Sri menyebut masyarakat setempat sejatinya merespons baik upaya pemerintah menyelamatkan Danau Rawa Pening.
"Tapi mereka kebutuhannya perut, mereka enggak ada kompensasinya. Mereka enggak ada diversifikasi usahanya, lahan penggantinya," kata Sri.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku pihaknya berupaya mempercepat penyelamatan danau Rawa Pening. Namun, upaya ini harus dilakukan multi sektor. Dia pun menyebut akan segera menyiapkan aturan dan regulasi.
"Sekarang kita coba sistemasi supaya lebih cepat. Jangka pendek mesti menyiapkan seluruh pranata ini agar regulasinya cukup, kelembagaannya beres, anggarannya bisa, dan komunikasinya baik," kata Ganjar.
Sedangkan rencana jangka menengahnya, Ganjar meminta semua lini beraksi bersama dengan gotong royong. "Jangka panjangnya, ini harus dikonservasi, jadi mengembalikan fungsi awal dari adanya danau yang sangat luar biasa," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Ganjar menyebut upaya penyelamatan Rawa Pening ini perlu dilakukan penyuluhan dan pendekatan sosial kepada masyarakat setempat. Dia kemudian menyinggung salah satu perjalanan dinasnya ke Jerman yang kemudian saat pulang mendapat buku berjudul Rawa Pening.
"Dunia memerhatikan ini, masa kita enggak, setidaknya dari Pemprov, BNPB, PUPR, dan LHK. Nanti kita minta bantu TNI-Polri untuk membantu," katanya.