Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Danu Kuswantoro, Hidupkan Jiwa yang Mati dengan Basket Kursi Roda
6 Oktober 2018 11:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Remaja pria memang lazim gemar bermain sepak bola. Berkumpul bersama teman, bersenda gurau menikmati sebuah permainan.
ADVERTISEMENT
Danu Kuswantoro salah satu penikmatnya. Pria asal Yogyakarta itu seringkali menghabiskan waktunya untuk bermain si kulit bundar. Berlari ke sana ke mari meski lelah telah melanda.
Kenangannya bermain sepak bola ternyata tak melulu indah. Pada satu hari, tak sedikit pun dia berfirasat. Lalu, berangkatlah dia ke tempat bermain bola.
Danu yang kala itu baru berusia 14 tahun mulai melakukan peregangan. Dia mengambil waktu untuk duduk sejenak.
“Istirahat sebentar, terus mau berdiri sudah enggak bisa mendadak enggak bisa jalan,” kenang pria 27 tahun itu saat berjumpa kumparan di Pelatnas Solo, Rabu (12/9).
Danu pun langsung digotong oleh teman-temannya untuk dirujuk ke rumah sakit. Nyatanya, Danu sejak saat itu divonis tak lagi bisa berdiri tanpa diketahui apa penyebab pastinya.
ADVERTISEMENT
Hatinya hancur sehancur-hancurnya. Dia memutuskan drop out dari SMP dan memilih untuk mengunci diri di rumah.
Danu sama sekali tak mau keluar dari kamarnya. Dia hanya terduduk dan merenungi mengapa takdir pahit tersebut bisa terjadi padanya.
Dia bingung, bagaimana bisa kedua kakinya tak lagi mampu berjalan? Padahal, dia tak pernah sakit atau menunjukkan tanda-tanda lara sebelumnya.
Sekitar 8 tahun Danu mengasingkan diri dari pergaulan sosial. Hal itu tentu membuat keluarganya prihatin. Beragam bujuk rayu motivasi diberi, tapi Danu tak bergeming. Dia masih begitu saja, menyerah pada nasib.
Namun, orang tua Danu tak kehabisan cara. Dia memaksa sang anak untuk bergegas menuju sebuah tempat rehabilitasi. Ternyata, pilihan itu tidaklah salah. Motivasi itu muncul dari tempat rehabilitasi.
ADVERTISEMENT
“Ya dulu jadi pernah diajak ke pusat rehabilitasi disabilitas di Jalan Taruna di Yogyakarta itu kayak pada awalnya ragu sih, pas sampai itu ada kayak percaya enggak percaya. Kok teman-teman kok kayak enggak ada beban, senyum-senyum ketawa-ketawa,” Danu bercerita.
Realitas itu menampar Danu keras-keras. Kenapa dia terus terpuruk padahal sesamanya cukup menikmati hidup di tengah belenggu keterbatasan?
Sinar mentari dari rehabilitasi
Sinar mentari memang hangat. Kehangatannya kadang bisa merasuk hingga membangkitan sukma yang telah mati.
Bagi Danu, mentari itu datang dari sebuah tempat rehabilitasi di Kota Yogyakarta. Setelah sinar itu didapat, hidupnya kembali terang benderang. Dia membuka diri dan kembali menata asa serta menggantungkannya.
Pilihan pertama Danu jatuh pada bulu tangkis kursi roda. Danu mulai berlatih dan bisa dibilang dia cukup berprestasi di daerahnya.
ADVERTISEMENT
Berkat catatan apik di daerah dia pun didaulat menjadi wakil Yogyakarta di ajang nasional. Dia pun mempersiapkan dirinya dengan sungguh-sungguh.
Tapi, Tuhan lagi-lagi berkata lain. Jalan Danu bukanlah di bulu tangkis.
“Aku dulu persiapan mau Kejurnas Badminton di Bandung. Itu Mas Yuli (rekan Danu) ini ngasih informasi ada, intinya ada seleksi basket gitu, mau ikut apa enggak?” kata Danu.
Danu bingung mau menerima atau menolak tawaran itu. Sebab tak sedikit pun dia memiliki dasar bermain basket.
Namun, ditelitinya lagi tawaran tersebut. Tawaran itu adalah kesempatan membela Indonesia di ajang Asian Para Games 2018. Karena dinilai langka, Danu pun menerima tawaran itu dan bergegas mengikuti seleksi.
Bekal kelihaian mengatur jalannya kursi roda membuat Danu lolos seleksi. Untuk pertama kalinya dia berkesempatan mengenakan jersey timnas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, jalan terjal telah menyambut Danu di basket kursi roda. Dia sempat kesulitan mematangkan diri menerima teknik-teknik bermain basket.
Di sisi lain, basket bukanlah olahraga individu layaknya bulu tangkis. Basket adalah olahraga tim yang mengutamakan kerja sama.
“Di awal-awal kan susah, soalnya kan kita harus kenal dan tahu karakteristik teman-teman itu gimana, kalau sekarang sedikit-sedikit paham oh mainnya penginnya begini, si A penginnya gini, si B penginnya gini,” jelas Danu.
Dari adaptasinya yang cukup berliku, Danu lalu menatap kejuaraan pertamanya. Kala itu dia berlaga di Kejuaraan Asia yang berlangsung di Thailand.
Indonesia sama sekali tak diunggulkan. Ya, maklum saja, timnas basket kursi roda belum genap setahun ada. Sementara lawan-lawannya adalah negara yang sudah memiliki skuat mapan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Danu tetap bangga. Bisa menyanyikan Indonesia Raya di Thailand adalah hal terindah dalam karier olahraganya.
“Biasanya lihat TV, ini ngalamin sendiri tuh kayak gimana gitu ya, ada rasa yang enggak bisa diungkapin,” tutur Danu.
Kini, Danu tak mau sekadar bermain basket untuk Asian Para Games. Dia ingin timnas basket kursi roda Indonesia terus ada hingga akhirnya mampu bersaing hingga level dunia.
“Teman-teman yang difabel masih muda, ini olahraga (basket) seru kok, olahraga menarik, ayo gabung, ayo ya paling enggak ayo bareng-bareng memajukan basket di Indonesia,” ajak Danu.
Hingga kini penyebab kedua kaki Danu lumpuh masih menjadi misteri. Namun dia tak mau lagi terjebak dalam keterpurukan. Dia kini semakin bersinar dan menyebarkan sinar terang ke sekelilingnya.
ADVERTISEMENT
kumparan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas ’.