Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Dari Balik Jeruji ke Panggung Ekspor: Mebel Karya Warga Binaan NTB Tembus Jepang
24 April 2025 8:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Aroma kayu menyeruak lembut, menyatu dengan riuh rendah pengunjung yang melintas, pada salah satu sudut IPPAFest yang digelar Rabu (23/4). Tampak sebuah booth dengan kursi-kursi unik berbalut ornamen bercahaya. Motifnya tak biasa—perpaduan kayu dan kilau kerang. Di sanalah Kanwil Dirjenpas Nusa Tenggara Barat (NTB) memperkenalkan hasil karya warga binaan, yakni mebel cukli.
ADVERTISEMENT
“Saya Ganesa, kami dari Kanwil Dijenpas Nusa Tenggara Barat,” sapa pria berkemeja batik ramah itu, ketika ditemui di sela pameran. Tangannya sesekali menunjuk ke arah kursi, topeng, hingga batik bermotif gembok yang dipajang rapi.
Menurut Ganesa, partisipasi mereka di IPPA Fest kali ini mengusung dua tema besar: ketahanan pangan dan kerajinan. Di antara deretan produk, cukli jadi andalan. “Kerajinan ini hanya satu-satunya ada di NTB,” jelasnya.
Cukli sendiri adalah teknik penggabungan kerang dan kayu, menghasilkan ukiran artistik dengan nilai tinggi. Tak sekadar merchandise, warga binaan di Lapas Lombok Barat telah menghasilkan berbagai mebelir, dari kursi teras hingga meja konsol. Bahkan, beberapa sudah diekspor.
Terintegrasi dari Lapas ke Bapas
Ganesa menekankan bahwa keberhasilan ini bukan hasil kerja instan.
ADVERTISEMENT
“Sudah dari 2016 intensif kita jalan, khususnya kerajinan mebel ini,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan ada sistem pembinaan pembuatan mebel cukli yang terintegrasi dari dalam lapas hingga ke luar, ketika mereka bebas.
“Tapi setelah mereka bebas, ada bapas yang membackup kegiatan mereka. Jadinya kami berdayakan di bapas sendiri, dengan jemput bola,” terang Ganesa.
Jika ada pesanan, tim dari bapas akan mendatangi rumah mantan warga binaan dan memberikan pekerjaan. Mereka tetap diberi penghasilan layak sesuai sistem borongan.
“Karena mereka kan punya anak istri di luar,” kata Ganesa.
Dari PO hingga Penjualan Ratusan Juta
Mebel cukli kini tak lagi sebatas dipamerkan. Dalam tiga hari gelaran IPPA Fest saja, produk yang dipesan sudah menyentuh angka mengesankan.
ADVERTISEMENT
“Kami dari IPPA Fest ini sudah menjual kurang lebih Rp 200 (juta), Rp 225 juta laku, 3 hari ini,” ujarnya.
Banyak di antaranya menggunakan sistem pre-order. Pesanan dicatat, lalu pengerjaan dilanjutkan di Lombok sebelum dikirim ke pemesan di seluruh Indonesia.
Harga produk pun bervariasi. Satu set kursi cukli yang dipajang di pameran ini, misalnya, dibanderol Rp 16 juta jika dikirim sampai Jakarta. Untuk ekspor, Ganesa menyebut angkanya bisa lebih besar.
“Kemarin itu kami ke Jepang,” ujarnya.
“Itu nominalnya kalau nggak salah, sekitar 54 juta. Ada meja konsol, terus kursi teras,” ucapnya.
Dalam sistem kerja yang dibangun, Ganesa memastikan bahwa para pembuat mebel—baik yang masih menjalani hukuman maupun yang sudah bebas—mendapatkan kompensasi sesuai.
ADVERTISEMENT
“Kalau di dalam lapas, dia aturan premi 20-40% dari keuntungan. Tapi kalau kami yang di bapas itu gaji full, borongan yang sudah keluar,” paparnya.
Satu kursi cukli membutuhkan lima langkah pengerjaan. Upah borongannya per langkah bisa mencapai Rp 550 ribu.
“Borongannya kali lima, ya seter dua juta setengah lah Itu ongkos tuh mereka semua,” katanya.
Cukli bukan hanya karya seni. Ia adalah simbol harapan, proses, dan rehabilitasi. Di tangan warga binaan, potongan kayu dan serpih kerang disulap jadi karya bernilai. Dan di balik tiap ukiran, ada kisah tentang kesempatan kedua yang terus tumbuh, bahkan menembus batas negara.