Dari Sumatera ke Jakarta demi Cari Dokter Spesialis Jantung buat Anaknya

11 Oktober 2022 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga pasien di RS Jantung Harapan Kita. Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga pasien di RS Jantung Harapan Kita. Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Persebaran dokter spesialis di Indonesia memang menjadi hal yang harus diperhatikan dan harus dicarikan solusinya segera. Masih banyak pasien yang butuh pertolongan dari dokter spesialis di daerah, khususnya di luar pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
kumparan mencoba menggali cerita dari keluarga pasien yang sedang berjuang untuk kesembuhan sanak keluarga tercinta. Mereka dirujuk dari rumah sakit di daerahnya ke Jakarta. Alasannya karena di daerahnya tidak ada dokter spesialis yang tersedia.
kumparan menemui dua keluarga pasien yang dirujuk ke RS Harapan Kita (Jakarta), yakni Putri Nurul Hidayah dan Anita. Mereka adalah ibu yang sedang berjuang demi kesembuhan anaknya yang menderita penyakit jantung bocor. Masing-masing mereka berasal dari Aceh dan Kepulauan Riau.
Putri menceritakan, anaknya yang kini berusia 8,5 tahun mengalami penyakit jantung kompleks. Awal gejalanya adalah muncul ruam biru di kuku dan bibir. Dari diagnosa dokter, putrinya mengalami penyakit jantung.
“Awalnya biru, terus langsung ke dokter di Aceh. Karena cuma ada di provinsi, dokternya memang bilang dia sakit jantung dan harus dirujuk ke Jakarta. Jadi dia tuh (anaknya) dirujuknya ke RSCM, tindakannya 2014 langsung ada tindakan, terus tindakan kedua 2015, waktu 2016 saat mau ambil tindakan ketiga terus dirujuk ke sini (RS Harapan Kita, Jakarta),” ucap Putri saat ditemui di RS Harapan Kita beberapa waktu yang lalu.
Keluarga pasien di RS Jantung Harapan Kita. Foto: Luthfi Humam/kumparan
Putri mengatakan, anaknya harus dirujuk ke Jakarta lantaran di Aceh belum ada dokter spesialis yang bisa menangani penyakit anaknya. “Di sana terbatas, dokternya memang terbatas,” kata Putri.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga diungkapkan Anita, ibu dari anak yang baru berusia 9 bulan yang divonis mengalami kebocoran dan penyempitan jantung. Anaknya dirujuk ke Jakarta saat masih berusia 4 bulan. Anaknya dirujuk ke rumah sakit di Jakarta karena di Kepulauan Riau tidak ada dokter spesialis jantung anak.
“Dirujuk ke sini (Jakarta), baru ketahuan di usia 4 bulan. Gejalanya biru dan berat badannya nggak naik-naik. Dibawa ke RS provinsi dan kata dokter katanya jantungnya bocor dan ada penyempitan. Saat itu memang saturasinya kecil, sehingga dokter di sana nggak berani ambil tindakan. Baru besoknya kami ke sini,” ungkap Anita.
“Di sana (Kep. Riau) nggak ada dokter spesialis jantung anak. Makanya langsung dirujuk ke sini. Dari bulan Mei saya belum pulang karena memang masih menunggu jadwal,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Anita menyebutkan, hingga saat ini anaknya masih belum dapat jadwal tindakan atau operasi karena masih antre untuk ICU. Sebelum mendapat perawatan di Jakarta, ungkap Anita, anaknya harus terus menggunakan bantuan oksigen. Saat ini, sudah bisa lepas oksigen setelah mendapat katerisasi jantung.
“Kemarin dapet WA (Whatsapp) disuruh konsul ke THT lagi. Baru hasilnya nanti dikirim ke penjadwalan. Setelah katerisasi itu bisa lepas oksigen, sebelumnya harus oksigen terus karena saturasinya kecil. Saya di sini berdua aja (dengan anaknya),” tutur Anita.
Putri dan Anita berharap agar di provinsinya masing-masing segera tersedia dokter spesialis agar tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta untuk berobat.
“Untuk pemerintah mohon diperhatikan, kan kasus anak-anak dengan sakit jantung itu kan tinggi, kadang ada pasien di daerah nggak mau ke rumah sakit karena banyak kendala. Untuk melihat penyakit jantung khususnya pada anak, pengennya saya operasi-operasi jantung itu bisa dilakukan di provinsinya masing-masing,” ujar Putri.
ADVERTISEMENT
Sebagai pusat rujukan nasional, RS Harapan Kita juga kewalahan dalam menangani banyaknya pasien dari daerah dikarenakan keterbatasan dokter spesialis di rumah sakit ini.
Pasien dengan penyakit jantung bawaan, misalnya, harus antri selama satu setengah tahun untuk dapat dioperasi. Kemudian untuk penyakit jantung lainnya pasien membutuhkan waktu juga sekitar 3 bulan hingga 6 bulan.
Antrian yang lama tersebut seiring dengan jumlah dokter di Indonesia yang masih sangat minim. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, berada di 0,46/1000, atau juara “ketiga terendah” di ASEAN setelah Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000. Rasio yang ideal, menurut WHO adalah 1/1000 atau 1 dokter per 1000 penduduk.