Data UNICEF: Lebih dari 1 Juta Warga Myanmar Mengungsi Sejak Kudeta Militer

8 Oktober 2022 6:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentara berdiri di samping kendaraan militer protes kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. Foto: STR/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Tentara berdiri di samping kendaraan militer protes kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. Foto: STR/REUTERS
ADVERTISEMENT
UNICEF melaporkan 1.017.000 warga Myanmar mengungsi sejak kudeta militer tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Negara Asia Tenggara itu berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi tahun lalu, yang memicu perlawanan bersenjata yang meluas.
Junta telah menanggapi dengan tindakan keras yang menurut kelompok hak asasi manusia termasuk meratakan desa, pembunuhan massal di luar proses hukum, dan serangan udara terhadap warga sipil.
Menurut UNICEF, lebih dari setengah dari mereka yang melarikan diri, kini berada di wilayah Sagaing, barat laut negara itu, yang telah menyaksikan beberapa pertempuran paling sengit.
Kondisi desa Bin di Kotapraja Mingin di wilayah Sagaing setelah dibakar oleh militer Myanmar pada Kamis (3/2/2022). Foto: Stringer/Reuters
UNICEF menjelaskan ada "tantangan signifikan" untuk memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut.
Sagaing dilintasi pasukan junta, milisi pro-militer, dan pejuang antikudeta. Kondisi di wilayah ini diperparah dengan akses internet yang kerap diputus pihak berwenang.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 12.000 bangunan sipil di Myanmar dibakar dan dihancurkan sejak kudeta, kata badan kemanusiaan PBB, UNOCHA pada Mei lalu.
Panglima Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (24/4/2021). Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat/ho ANTARA FOTO
Bulan lalu, 11 anak sekolah tewas dalam serangan udara dan penembakan di sebuah desa di Sagaing. Pihak junta mengeklaim serangan ini menargetkan pemberontak yang bersembunyi di daerah itu.
Sementara itu, upaya diplomatik untuk mengakhiri krisis di Myanmar "hampir mati". Sebuah "konsensus" yang diupayakan tahun lalu oleh ASEAN telah diabaikan junta.
Padahal upaya tersebut bertujuan untuk memfasilitasi dialog antara militer dan pihak-pihak yang antimiliter, serta mempermudah pengiriman bantuan kemanusiaan.