Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Debat Pilgub Jabar: Dedi vs Syaikhu soal Tingginya Angka Perkawinan Anak
24 November 2024 0:13 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Cagub Jabar nomor urut 03, Ahmad Syaikhu, mengajukan isu soal tingginya angka perkawinan anak di Jawa Barat kepada cagub nomor urut 04 Dedi Mulyadi, pada debat pamungkas Pilgub Jabar, Sabtu (23/11).
ADVERTISEMENT
Pada debat yang digelar di Gedung PMLI, Kabupaten Bogor, Syaikhu mengatakan Jawa Barat ditentukan oleh struktur penduduk yang kuat, dan penduduk yang kuat menurutnya ditentukan oleh struktur keluarga yang kuat.
Sementara itu, sambung Syaikhu, tahun 2022 di Jabar, ada 5.523 kasus perkawinan anak, 98.000 lebih kasus perceraian, dan angka KDRT yang masih terbilang tinggi. Semua itu menurutnya adalah ‘pekerjaan rumah’ di Jabar.
“Bagaimana kebijakan yang akan diambil saudara saat memimpin Jawa Barat?” kata Syaikhu.
Menjawab pertanyaan itu, Dedi Mulyadi mengatakan perlunya ada aturan yang dapat mengendalikan terjadinya perkawinan di bawah umur.
“Dengan apa? Dengan seluruh izin-izin perkawinan dikontrol dengan baik. Sehingga tidak terjadi perkawinan di bawah umur,” bebernya.
Selain itu, Dedi Mulyadi juga menyampaikan untuk mencegah tingginya perkawinan di bawah umur, pemerintah provinsi mesti mendorong tersedianya lingkungan pendidikan yang lebih terjangkau oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dedi menambahkan, perlunya ada hukuman bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya, padahal sekolah telah tersedia.
Mendapat jawaban itu, Syaikhu mengutarakan pandangannya. Menurutnya, lingkungan sekolah yang tersedia bagi masyarakat saja tidak cukup. Syaikhu mengatakan keberadaan sekolah yang dapat diakses mesti disertai dengan pendidikan yang spesifik, yakni tentang visi dan perencanaan keluarga bagi para remaja dan calon pengantin.
“Yang kedua, perlu adanya konseling terkait masalah-masalah keluarga. Sehingga permasalahan yang mencuat dalam keluarga dapat diadvokasi. Lalu perlu adanya perlu adanya parenting club dalam pengasuhan anak yang dialogis dan tanggap,” katanya.
Diberi kesempatan menanggapi balik, Dedi menyepakati perspektif yang menyempurnakan pendidikan. Tapi, perspektif yang disampaikan Syaikhu dinilai Dedi lebih cenderung kepada kalangan menengah ke atas.
“Tetapi di Jawa Barat hari ini yang jadi problem utama hari ini terbalik. Kalangan menengah ke atas anaknya 2 sampai 3. Tapi kalangan menengah ke bawah rata-rata anaknya banyak dan tidak menempuh sekolah,” kata Dedi.
ADVERTISEMENT
“Hal itu terjadi karena kita abai terhadap program keluarga berencana (KB),” ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu dipastikan ke depan rakyat punya ketaatan terhadap seluruh program pembangunan. Dedi pun mensimulasikan upaya mewujudkan hal itu.
“Manakala punya bantuan listrik dari pemerintah, rakyatnya wajib KB. Manakala dapat bantuan sosial rakyatnya wajib KB,” papar Dedi.
Langkah semacam itu perlu diambil agar subsidi pemerintah tidak jadi sia-sia.
Dengan membiarkan keluarga berkembang jadi banyak dan terus menerima subsidi bantuan dalam jangka panjang, kata Dedi, mereka bisa tumbuh miskin karena salah membangun sistem dalam keluarga.
“Inilah perspektif yang harus dilakukan oleh kita, sebagai pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ungkapnya.