Dedi Mulyadi: Tertibkan Buzzer, Setop Perilaku Sok Agamis dan Pancasilais

12 Februari 2021 11:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dedi Mulyadi saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dedi Mulyadi saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Buzzer di media sosial belakangan menjadi sasaran kritik. Mereka dinilai banyak menimbulkan kegaduhan. Tak heran, banyak pihak yang mendorong agar buzzer ini ditertibkan saja.
ADVERTISEMENT
Salah satunya, Ketua DPP Partai Golkar Dedi Mulyadi. Dedi menilai buzzer saat ini terbagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, yang mengaku paling nasionalis dan kedua, paling beragama.
"Hentikan perilaku yang sok pancasila dan sok agamis. Nah itu sok-sokan itu muncul di medsos itu sebagai bagian dari pengelolaan isu," kata Dedi, Jumat (12/2).
"Mereka ada dua kubu ya, yang setiap hari bertikai, bertengkar mengelola berbagai isu. Yang satu isu soal NKRI, yang satu agama," tambahnya.
Dedi menilai kedua kubu ini berperan besar dalam memecah belah masyarakat dengan berbagai narasi yang disampaikan. Ia menilai momen politik merupakan waktu yang tepat untuk menyampaikan berbagai narasi itu.
"Nah kedua kubu ini telah meracuni cara berpikir publik yang mayoritas sehingga publik yang mayoritas itu juga memblok dirinya membagi dua," ujarnya.
Ilustrasi profesi selain buzzer. Foto: Dok: Maulana Saputra.
"Terbawa oleh stigma politik medsos yang dikembangkan sehingga momentumnya adalah pemilu. Selalu itu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Eks Bupati Purwakarta ini menilai yang terpenting saat ini adalah bagaimana menertibkan para buzzer. Sebab, makin lama pikiran publik diracuni, bakal makin berbahaya.
"Sehingga saya meminta untuk segera ditertibkan. Siapa pun ya yang memiliki perilaku buruk di medsos yang mengelola itu hanya untuk kepentingan dan kehilangan narasi akademis itu akan berbahaya yaitu meracuni pikiran publik," ujarnya.
"Sehingga menurut saya harus ditertibkan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Dedi mendorong perbaikan narasi-narasi yang muncul di media sosial. Lebih positif dan tanpa ada upaya pecah belah.
"Saya ingin media sosial ini diisi oleh narasi narasi argumentatif akademis yang memiliki landasan landasan berfikir akademis yang memadai," pungkasnya.