Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Jumat (15/3), menjadi hari yang tak disangka bagi PPP. Di saat mereka mempersiapkan diri untuk mengikuti Pileg dan memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, kabar buruk itu datang, 'Romahurmuziy Ditangkap KPK !'.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, Sabtu (16/3), Romy -sapaan Romahurmuziy- ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua Umum PPP yang kini nonaktif itu diduga menerima suap Rp 300 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi, dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim), Haris Hasanuddin.
Keduanya diduga menyuap Romy agar bisa menduduki jabatan tersebut. Haris dan Muafaq pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada hari ia ditetapkan sebagai tersangka, Romy menyatakan mundur sebagai Ketum PPP. Di saat yang sama, rapat pengurus harian PPP memberhentikan Romy sebagai ketum dan mengangkat Suharso Monoarfa sebagai Plt.
Penetapan Romy sebagai tersangka itu tentu seperti petir di siang bolong bagi kubu Jokowi-Ma'ruf. Romy yang menjabat anggota Dewan Penasihat TKN Jokowi-Ma'ruf, ditetapkan jadi tersangka saat gelaran Pilpres 2019 tinggal menyisakan 32 hari lagi, atau pada 17 April 2019.
ADVERTISEMENT
Bak deja vu, kejadian yang menimpa Romy itu seperti mengulang cerita pada 2014 silam. Kala itu, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali juga terjerat kasus korupsi di KPK.
SDA -begitu ia disapa- ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 pada Kamis, 22 Mei 2014. Artinya, SDA menjadi tersangka KPK 48 hari sebelum Pilpres 2014. Saat itu PPP mendukung Prabowo-Hatta Rajasa.
Bedanya, kasus SDA berdasarkan penyelidikan, bukan tertangkap tangan seperti Romy.
SDA tak lama usai ditetapkan sebagai tersangka, menyatakan mundur dari posisi sebagai Menteri Agama pada 28 Mei 2014.
Meski telah menyandang status tersangka, SDA masih sempat ikut kampanye pilpres bersama Prabowo. Hingga akhirnya ia mundur pada 16 Oktober 2014 atau hampir 1 bulan usai KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
Usai SDA mundur dari ketum, PPP sempat lama terguncang dan terbelah menjadi dua yakni kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz. Akhirnya pemerintah mengesahkan PPP di bawah kubu Romahurmuziy.
Dalam kasusnya, SDA dinyatakan bersalah melakukan korupsi pelaksanaan ibadah haji 2011-2013 dan penyelewengan dana operasional menteri (DOM). Pada 11 Januari 2016, SDA divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. SDA juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 1,8 miliar.
Tak terima, SDA mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun upayanya ditolak, hukumannya justru diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Upaya hukum SDA berlanjut, pada Juni 2018 lalu ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang hingga saat ini belum juga keluar putusannya.
ADVERTISEMENT
Adapun mengenai kasus hukum Romy, Wakil Ketua Umum PPP, Arwani Thomafi, menyerahkan hal itu kepada proses hukum. Sebab saat ini fokus partai berlambang Kakbah itu adalah soliditas PPP menuju Pemilu serentak pada 17 April 2019.
Ia lalu mengibaratkan PPP sebagai sebuah bus yang sudah berjalan sekian kilometer menuju 17 April, dan harus sampai ke suatu tempat. Namun di tengah jalan sopirnya harus berhenti dan turun.
"Kita enggak perlu terlalu berdebat panjang harus siapa sopirnya dan sebagainya, ya sudah pokoknya jalan tinggal ngegas saja. Yang penting mobil ini jalan nyampai tujuan," tutup Arwani.