Dekan FK Undip Akui Ada Bullying: Pungutan Rp 20-40 Juta ke Maba PPDS

13 September 2024 18:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip dr Yan Wisnu Prajoko (tengah) dalam jumpa pers. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip dr Yan Wisnu Prajoko (tengah) dalam jumpa pers. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, dr. Yan Wisnu Prajoko, mengakui adanya bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi berupa iuran Rp 20 hingga Rp 40 juta. Pungutan itu dibebankan kepada mahasiswa baru (maba) PPDS selama 1 semester atau 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Yan Wisnu mengatakan, bullying berupa pungutan itu terjadi karena kesalahan sistem kerja yang berat. Sehingga ada pungutan uang dari junior untuk kebutuhan mereka dan senior selama menjalani PPDS di RSUP dr. Kariadi.
"Jadi kalau di Anestesi, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong-royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1. Terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi," ujar Yan Wisnu dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (13/9).
Tak hanya untuk makan, uang iuran yang berasal dari 7 hingga 11 mahasiswa semester 1 itu digunakan untuk membayar operasional yang lain. Mulai dari menyewa mobil hingga membayar kos.
ADVERTISEMENT
"Jadi mereka memenuhi kebutuhan manusiawi mereka cukup besar. Kalau di sini untuk operasional, mereka sewa mobil, menyewa kos dekat rumah sakit terkait dengan operasional. Anestesi antara 7-11 mahasiswa per semester, mereka menyampaikan ke tim investigasi, temuan yang signifikan itu," jelas dia.
Ia juga mengakui, iuran mahasiswa baru itu paling banyak di prodi anestesi. Sedangkan di prodi yang lainnya, ia mengeklaim tidak ada iuran sebesar di Prodi Anestesi.
"Di tempat lain mungkin praktiknya ada, tapi sebagian besar sudah mengikuti imbauan saya, di Anestesi itu yang agak nominalnya besar," ungkap Yan Wisnu.
Ia juga menegaskan, apa pun alasannya pungutan tersebut bukanlah hal yang benar. Sehingga itu masuk dalam perundungan.
"Saya sampaikan di balik rasionalisasi apa pun, orang luar melihatnya kurang tepat, bahkan diksi dipalak, dipungut. Jadi perundungan tidak selalu penyiksaan, tapi by operational-nya, konsekuensi dari pekerjaan mereka," kata Yan Wisnu.
ADVERTISEMENT
PPDS Program Anestesi Undip disorot setelah dokter Aulia Risma, dokter RSUD Kardinah Tegal yang juga mahasiswa PPDS Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) ditemukan meninggal dunia pada Senin (12/8) di kamar kosnya.
Kemenkes kemudian menghentikan PPDS Program Studi Anestesi di RSUP Dr. Kariadi Semarang, tempat korban menempuh pendidikan spesialis, karena ada dugaan perundungan.
Undip sebelumnya membantah soal isu perundungan yang diduga dialami Aulia. Namun kini, Undip mengakui adanya bullying dan meminta maaf.