Dekan Hukum UGM: Tak ada Aturan Menggunduli Tersangka Guru SMPN 1 Turi

26 Februari 2020 16:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiga pembina Pramuka SMPN 1 Turi yang dijadikan tersangka. Foto: Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Tiga pembina Pramuka SMPN 1 Turi yang dijadikan tersangka. Foto: Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polres Sleman menetapakan 3 pembina pramuka SMPN 1 Turi sebagai tersangka dalam insiden susur sungai di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman. Saat jumpa pers di Mapolres Sleman, ketiganya tampil dengan kepala gundul. Kondisi ini menuai polemik di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, mengatakan tidak ada aturan bahwa tersangka harus digunduli. Dia menjelaskan tindakan merendahkan manusia tidak boleh dilakukan meski dia berstatus tersangka.
"Enggak ada aturan penggundulan. Itu dari mana, tidak ada, bahkan itu dilarang kalau sampai perlakuannya merendahkan derajat manusia itu tidak boleh," ujar Sigit saat dihubungi, Rabu (26/2).
Tak hanya pemeriksaan, bahkan saat pelaksanaan hukuman pun tidak boleh dilakukan tindakan yang merendahkan manusia. Terlebih lagi para tersangka dalam insiden susur sungai itu merupakan guru.
"Bahkan hukuman pun enggak boleh yang merendahkan manusia, apalagi mereka kan guru, dan sekarang masih dalam proses hukum juga. Enggak boleh kemudian langsung diberi perlakuan tidak wajar atau merendahkan statusnya atau predikatnya sebagai manusia, apalagi mereka guru," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Sigit berpendapat bahwa menggunduli tersangka merupakan tindakan yang merendahkan. Memang penahanan merupakan kewenangan polisi, tetapi perlakuannya harus manusiawi.
"(Penggundulan) itu tidak sesuai dengan martabat dia sebagai guru, manusia, setiap orang kan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang tanpa persetujuannya," ujarnya.
Tiga pembina Pramuka SMPN 1 Turi yang dijadikan tersangka. Foto: Tugu Jogja
Sigit juga menjelaskan kerangka hukumnya dalam ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia UU No. 5 Tahun 1998.
"Tidak perlu gundul-gundul itu mewajibkan gundul dan untuk apa. Dan itu fungsinya untuk apa. Kan dia udah ditahan, polisi sudah mengambil tindakan memproses hukum, ikuti prosedurnya, ikuti proses penyidikannya dan ikuti proses peradilannya," pungkasnya.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan cuitan pengurus PGRI melalui akun @PBPGRI_OFFICIAL. Mereka merasa geram lantaran 3 guru yang ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden kecelakaan sungai di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman. Kegiatan pramuka susur sungai itu menewaskan 10 siswi.
ADVERTISEMENT
"Pak Polisi, kami marah & guru. Tak sepatutnya para guru-guru kau giring dijalanan & dibotakin seperti kriminal tak terampuni. Mrk memang salah tapi program Pramuka itu legal & jadi agenda pendidikan. Jangan ulangi lagi! Seblm semua guru turun," tulis akun Twitter resmi PGRI Selasa (25/2) lalu.
Namun belakangan twit tersebut dihapus. Terkait twit tersebut Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto memberikan tanggapan.
"Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI temtang tahanan yang gundul. Propam Polda dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota," ujar Yuliyanto dalam keterangannya, Rabu (26/2).
"Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yg menyalahi aturan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT