Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Demo Anti-Pemerintah di Turki, Otoritas Kendalikan Internet dan Bungkam Medsos
30 Maret 2025 16:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Otoritas Turki semakin mengandalkan teknologi untuk membendung gelombang demonstrasi yang meluas sejak penangkapan Wali Kota Istanbul sekaligus rival politik Presiden Erdogan, Ekrem Imamoglu, pada 19 Maret.
ADVERTISEMENT
Aparat menggunakan teknologi pengenal wajah hingga membungkam media sosial para demonstran.
Hampir 2.000 orang telah ditangkap, termasuk belasan jurnalis yang meliput protes dan ditahan dengan tuduhan berpartisipasi dalam aksi ilegal.
Di jalan, polisi menggunakan pengenalan wajah untuk mengidentifikasi demonstran. Rekaman dan foto yang dikumpulkan saat aksi menjadi dasar penggerebekan dini hari di rumah para pengunjuk rasa.
Pakar teknologi digital Orhan Sener melihat perubahan signifikan dibandingkan demonstrasi Taman Gezi 2013.
Saat itu, aktivis mendominasi media sosial, sementara otoritas kesulitan melacak mereka.
Kini, sistem pengawasan memungkinkan polisi mencocokkan wajah pengunjuk rasa dengan profil daring mereka.
Melawan Pengawasan
Menanggapi risiko ini, demonstran menutup wajah dengan masker, syal, dan topi. Namun, polisi di Istanbul semakin sering mengepung massa dan memaksa mereka menyingkap wajah.
ADVERTISEMENT
“Setiap bentuk tekanan akan menghasilkan respons. Kita akan melihat lebih banyak cara mengakali teknologi ini,” ujar peneliti dampak teknologi baru, Arif Kosar, seperti diberitakan AFP.
Namun, bagi Kosar, pengenalan wajah bukan satu-satunya ancaman.
“Disinformasi untuk mencoreng aksi protes lebih efektif dalam membungkam gerakan sosial,” katanya.
Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut aksi ini sebagai “teror jalanan” dan menuding pengunjuk rasa merusak masjid serta kuburan. Tuduhan itu dibantah oposisi.
Internet Dikendalikan, Media Sosial Dibungkam
Setelah Imamoglu ditangkap, otoritas membatasi akses internet di Istanbul selama 42 jam, membuat media sosial sulit diakses.
Mereka juga meminta platform X menutup lebih dari 700 akun jurnalis, organisasi berita, politisi, dan mahasiswa.
“Ini dilakukan tanpa keputusan pengadilan. Langkah sewenang-wenang seperti ini semakin sering terjadi,” kata pakar hukum dan kepala Asosiasi Kebebasan Berekspresi Turki (IFOD), Yaman Akdeniz.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru yang mewajibkan WhatsApp, Signal, dan Telegram membuka kantor di Turki serta memberikan data pengguna kepada otoritas.
“Kita sedang bergerak menuju negara pengawasan,” ujar Akdeniz.
Sejak 2020, penyedia layanan internet di Turki harus menyerahkan data pengguna kepada Otoritas Teknologi Informasi dan Komunikasi (BTK).
Data yang seharusnya hanya disimpan dua tahun itu ditemukan masih digunakan dalam penyelidikan terhadap Imamoglu.
“Penyimpanan data tanpa batas ini membuka jalan bagi tindakan represif tanpa dasar hukum,” kata Akdeniz.
Bagi Sener, batas antara aktivisme di dunia nyata dan dunia digital semakin kabur.
“Pemerintah tidak hanya ingin menghentikan demonstrasi, tetapi juga mengendalikan ruang digital agar mobilisasi tidak terjadi,” ujarnya.