Demo Anti-Pemerintah di Turki, Otoritas Kendalikan Internet dan Bungkam Medsos

30 Maret 2025 16:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria memegang poster selama aksi protes pada hari Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu dipenjara sebagai bagian dari penyelidikan korupsi di Istanbul, Turki, Minggu (23/3/2025). Foto: Dilara Senkaya/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria memegang poster selama aksi protes pada hari Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu dipenjara sebagai bagian dari penyelidikan korupsi di Istanbul, Turki, Minggu (23/3/2025). Foto: Dilara Senkaya/REUTERS
ADVERTISEMENT
Otoritas Turki semakin mengandalkan teknologi untuk membendung gelombang demonstrasi yang meluas sejak penangkapan Wali Kota Istanbul sekaligus rival politik Presiden Erdogan, Ekrem Imamoglu, pada 19 Maret.
ADVERTISEMENT
Aparat menggunakan teknologi pengenal wajah hingga membungkam media sosial para demonstran.
Hampir 2.000 orang telah ditangkap, termasuk belasan jurnalis yang meliput protes dan ditahan dengan tuduhan berpartisipasi dalam aksi ilegal.
Di jalan, polisi menggunakan pengenalan wajah untuk mengidentifikasi demonstran. Rekaman dan foto yang dikumpulkan saat aksi menjadi dasar penggerebekan dini hari di rumah para pengunjuk rasa.
Pakar teknologi digital Orhan Sener melihat perubahan signifikan dibandingkan demonstrasi Taman Gezi 2013.
Saat itu, aktivis mendominasi media sosial, sementara otoritas kesulitan melacak mereka.
Kini, sistem pengawasan memungkinkan polisi mencocokkan wajah pengunjuk rasa dengan profil daring mereka.

Melawan Pengawasan

Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam unjuk rasa di Kota Istanbul, Minggu (23/3/2025). Foto: Yasin Akgul/AFP
Menanggapi risiko ini, demonstran menutup wajah dengan masker, syal, dan topi. Namun, polisi di Istanbul semakin sering mengepung massa dan memaksa mereka menyingkap wajah.
ADVERTISEMENT
“Setiap bentuk tekanan akan menghasilkan respons. Kita akan melihat lebih banyak cara mengakali teknologi ini,” ujar peneliti dampak teknologi baru, Arif Kosar, seperti diberitakan AFP.
Namun, bagi Kosar, pengenalan wajah bukan satu-satunya ancaman.
“Disinformasi untuk mencoreng aksi protes lebih efektif dalam membungkam gerakan sosial,” katanya.
Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut aksi ini sebagai “teror jalanan” dan menuding pengunjuk rasa merusak masjid serta kuburan. Tuduhan itu dibantah oposisi.

Internet Dikendalikan, Media Sosial Dibungkam

Petugas polisi berjaga-jaga saat orang-orang ikut serta dalam protes terhadap penangkapan Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu sebagai bagian dari penyelidikan korupsi, di depan gedung Pemerintah Kota Metropolitan Istanbul, di Istanbul, Turki, (26/3). Foto: REUTERS/Murad Sezer
Setelah Imamoglu ditangkap, otoritas membatasi akses internet di Istanbul selama 42 jam, membuat media sosial sulit diakses.
Mereka juga meminta platform X menutup lebih dari 700 akun jurnalis, organisasi berita, politisi, dan mahasiswa.
“Ini dilakukan tanpa keputusan pengadilan. Langkah sewenang-wenang seperti ini semakin sering terjadi,” kata pakar hukum dan kepala Asosiasi Kebebasan Berekspresi Turki (IFOD), Yaman Akdeniz.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru yang mewajibkan WhatsApp, Signal, dan Telegram membuka kantor di Turki serta memberikan data pengguna kepada otoritas.
“Kita sedang bergerak menuju negara pengawasan,” ujar Akdeniz.
Sejak 2020, penyedia layanan internet di Turki harus menyerahkan data pengguna kepada Otoritas Teknologi Informasi dan Komunikasi (BTK).
Data yang seharusnya hanya disimpan dua tahun itu ditemukan masih digunakan dalam penyelidikan terhadap Imamoglu.
“Penyimpanan data tanpa batas ini membuka jalan bagi tindakan represif tanpa dasar hukum,” kata Akdeniz.
Bagi Sener, batas antara aktivisme di dunia nyata dan dunia digital semakin kabur.
“Pemerintah tidak hanya ingin menghentikan demonstrasi, tetapi juga mengendalikan ruang digital agar mobilisasi tidak terjadi,” ujarnya.