Demokrat soal Amandemen UUD 1945: Jokowi Jangan Jadi Malin Kundang Reformasi

3 September 2021 10:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/8/2021). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/8/2021). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Wacana amandemen UUD 1945 masih menjadi isu hangat dan mendapat perhatian publik. Deputi Bappilu DPP Demokrat Kamhar Lakumani berpandangan amandemen terbatas untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) tak urgen dan hanya menjadi kamuflase untuk memperpanjang masa jabatan presiden.
ADVERTISEMENT
"Kami berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD ‘45, apalagi patut diduga wacana PPHN hanya sekadar kamuflase karena penumpang utamanya adalah menggolkan kepentingan perubahan batas masa jabatan presiden dan DPR," kata Kamhar, Jumat (3/9).
Menurut Kamhar, publik membaca adanya kepentingan terselubung dari oligarki terkait wacana amandemen UUD 1945 yakni memuluskan proyek pemindahan ibu kota negara hingga proyek lainnya.
"Publik membaca ada kepentingan terselubung dari oligarki penguasa untuk perpanjangan masa jabatan ini, antara lain untuk memuluskan proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dan proyek-proyek ikutannya termasuk tukar guling aset-aset strategis milik negara di Jakarta jika agenda pemindahan IKN telah berjalan," sebut dia.
Sekretaris BAPPILU DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Foto: Dok. Pribadi
"Dari dinamika yang berkembang akhirnya publik dengan mudah bisa membaca bahwa skenario ini dijalankan secara serius oleh pemerintah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, kata dia, Demokrat mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak menjadi tergiur dengan perpanjangan masa jabatan.
"Kami mengingatkan agar Pak Jokowi tak menjadi 'Malin Kundang Reformasi'. Reformasilah yang telah melahirkannya hingga kemudian bisa menjadi wali kota, gubernur dan kini presiden. Janganlah amanah dan agenda reformasi dikhianati, karena bisa saja berakibat pada 'kutukan demokrasi'," tegasnya.
Dia menyebut wacana ini juga muncul di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun dengan cepat diredam.
"Wacana seperti ini pernah mengemuka pada periode kedua masa jabatan Presiden SBY, namun beliau segera meredam dan mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan ini," tutup Kamhar.