Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Demokrat soal Karantina DPR Setara Presiden: Pastikan Aturan Tak Disalahgunakan
15 Desember 2021 16:03 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan Didik menanggapi kejadian anggota Komisi VII DPR Mulan Jameela dan keluarganya yang mendapatkan fasilitas karantina mandiri di rumah dari BNPB.
Didik menilai seharusnya keistimewaan bagi anggota dewan tak dipermasalahkan. Yang penting, karantina mandiri dijalani dengan pengawasan ketat dan tak disalahgunakan.
"Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, kedudukan DPR dan Presiden adalah sejajar, termasuk dengan MPR, DPD, BPK, MA dan MK. Dalam konteks ini tentu spiritnya adalah tidak ada diskriminasi pemberlakuan setiap aturan dan kebijakan termasuk pemberlakuan kebijakan karantina," kata Didik saat dihubungi, Rabu (15/12).
"Secara teknis untuk kepentingan-kepentingan penyelenggaraan negara yang penting, terbuka kemungkinan untuk dielaborasi atau ditentukan lebih lanjut pengaturannya, namun tanpa menghilangkan esensi dan kewajiban karantinanya. Dan untuk memastikan aturan itu dijalankan dan ditaati, maka pelaksanaan aturan dan pengawasannya harus dilakukan secara utuh, sehingga tidak disalahgunakan," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Didik menerangkan, kesetaraan DPR dan Presiden dimuat dalam perubahan UUD 1945. Perubahan ini melahirkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di antaranya:
1. Mengubah kedudukan MPR menjadi sejajar dengan lembaga negara lainnya;
2. Mempertahankan kedudukan lembaga-lembaga negara yang lama (Presiden, DPR, BPK, MA);
3. Menambahkan lembaga-lembaga negara baru yang berdasarkan rumpun kekuasaan legislatif (DPD) dan rumpun kekuasaan yudikatif (Mahkamah Konstitusi).
Selain itu, Didik menjelaskan, dalam konstitusi Pasal 27 Ayat (1), dinyatakan bahwa 'Seluruh warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya'.
Oleh karenanya, kebijakan karantina mandiri bagi Presiden juga bisa berlaku bagi DPR. Tetapi, Didik menyebut keistimewaan ini harus diiringi aturan baik dan proporsional yang dijalankan secara utuh.
ADVERTISEMENT
"Saya yakin semua orang memahami bahwa protokol kesehatan menjadi sangat urgent dan menjadi kesadaran kolektif, jika kita merasakan bahaya COVID-19 yang kita hadapi selama ini," ungkap dia.
"Pendisiplinan protokol kesehatan menjadi kunci penting dalam penangan COVID-19, sehingga tanpa harus dilakukan penindakan hukum yang represif. Harusnya kesadaran individual warga negara akan tumbuh dengan sendirinya demi keselamatan dirinya, keluarganya, dan segenap masyarakat Indonesia," lanjut Didik.
Ia juga tak mempersoalkan keistimewaan karantina bagi keluarga anggota pejabat, termasuk DPR. Namun, ia menekankan harus ada alasan dan aturan yang jelas tentang hak karantina mandiri bagi anggota keluarga pejabat tersebut.
"Standing rule menjadi aturan mainnya, idealnya aturan ditegakkan dengan basis yang terukur termasuk pengaturan pengaturan teknisnya dalam aturan tersebut. Pendapat boleh berbeda dan tidak dilarang, namun juga harus bertanggung jawab," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Sepanjang aturan dijalankan dengan konsekuen, dalam konteks pertanggungjawaban hukum, maka konsekuensi hukum itulah yang harus dijadikan pedoman," tandasnya.
Sebelumnya, penyataan anggota DPR Komisi I Fraksi NasDem Hillary Brigitta Lasut menimbulkan pro kontra saat menyebut anggota DPR setara dengan presiden. Ucapan Hillary itu merespons anggota Komisi VII DPR Mulan Jameela dan keluarganya yang mendapatkan fasilitas karantina mandiri.
Selain Didik, pernyataan Hillary didukung oleh Wakil Ketua DPR Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Meski demikian, sejumlah ahli tata negara mengkritisi pernyataan Hillary, bahwa yang setara dengan presiden adalah lembaga DPR, bukan perseorangan.