Denny Indrayana Bantah Mardani Maming Terima Suap: Ini Persoalan Bisnis

19 Juli 2022 14:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Perdana Praperadilan Bendahara Umum PBNU, Mardani H Maming di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Perdana Praperadilan Bendahara Umum PBNU, Mardani H Maming di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Mardani Maming mempersoalkan penetapan status tersangka oleh KPK terhadap dirinya. Sebab, ia meyakini perbuatan yang terjadi bukan korupsi, melainkan bisnis semata.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Mardani Maming, Denny Indrayana, menyebut bahwa perkara kliennya yang sedang ditangani KPK adalah perkara bisnis. Sehingga ia harusnya tidak dikriminalisasikan.
Klaim ini juga yang menjadi dasar gugatan praperadilan Maming terhadap KPK.
“Sangat jelas tadi dalam permohonan, kami menegaskan bahwa ini adalah persoalan business to business. Ada underlyng perception-nya, ada perjanjiannya,” kata Denny kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/7).
KPK memang belum menjelaskan konstruksi perkara ini. Namun, dari permohonan praperadilan, terungkap kasus ini terkait Peralihan Izin Usaha Pertambangan dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) di Kabupaten Tanah Bumbu.
Tokoh HIPMI, Mardani Maming. Foto: Instagram/@mardani maming
Mardani Maming dijerat KPK sebagai tersangka penerima suap terkait penerbitan IUP itu. Diduga aliran suap disamarkan dengan transaksi PT PAR dan PT TSP yang bekerja sama PT PCN dalam hal pengelolaan pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).
ADVERTISEMENT
Namun, kuasa hukum Mardani Maming membantah hal tersebut. Mereka menyatakan ada relasi bisnis yang jelas dalam perjanjian antara PT PCN dengan PT PAR dan PT TSP. Di mana ada hubungan bisnis dengan memiliki underlying objek transaksi yang sangat jelas.
Hal dimaksud dirumuskan di dalam dua buah perjanjian berupa Jasa Kegiatan Penunjang Usaha Pelabuhan antara PT PCN dan PT PAR tanggal 1 Januari 2016 dan tanggal 1 April 2020.
Selain itu, pihak Mardani Maming mengeklaim tidak ada suatu keterangan atau alat bukti lainnya yang dapat menjelaskan bahwa Mardani Maming selama menjabat sebagai bupati menjadi penerima manfaat dari aktivitas bisnis PT PAR dan PT TSP.
Mereka pun membeberkan bahwa berdasarkan data administrasi badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 2010-2018, Mardani Maming tidak menjadi pemegang saham dari PT PAR dan PT TSP.
ADVERTISEMENT
Sedangkan fakta lainnya berupa pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT BKPL ke PT PCN pada Mei 2011 yang melibatkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo Moejono selaku Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu.
Pada konteks ini yang punya relasi dalam pelimpahan Izin Usaha Pertambangan tersebut adalah Henry Soetio selaku Direktur PT PCN dengan Dwidjono.
Dwidjono ialah terdakwa kasus suap IUP tersebut yang ditangani kejati Kalsel. Kasus Mardani Maming diduga pengembangan dari perkara tersebut.
Dwidjono dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Namun perkaranya belum inkrah karena masih banding.
“Tidak ada kesimpulan fakta persidangan dan pertimbangan hukum di dalam putusan a quo yang menyatakan Maming juga terlibat dalam gratifikasi,” ungkap Denny.
Kuasa hukum Mardani H Maming, Bambang Widjojanto (kedua kanan) dan Denny Indrayana (kanan) berdiskusi usai mengikuti sidang gugatan terkait penetapan tersangka Mardani H Maming di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/6/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Pihak Mardani mengutip petikan sidang Dwidjono. Yakni saat hakim menanyakan apakah Mardani Maming turut menerima bagian dari aliran uang Rp 27,6 miliar, Dwidjono menyatakan tidak ada.
ADVERTISEMENT
Denny mengungkapkan, pihaknya akan menyerahkan bukti-bukti dalam sidang selanjutnya. Menurut dia, bukti itu menegaskan bahwa kliennya tidak pas untuk dijjerat sebagai tersangka oleh KPK.
“Kami sampaikan bukti-bukti bahwa ini adalah proses keperdataan yang seharusnya tidak dikriminalkan. Karena akan menghambat tentu investasi bisnis yang sangat kita perlukan dalam tahapan recovery dari pandemi yang baru saja berlalu,“ pungkasnya.