Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Denny Indrayana: Cawe-cawe Jokowi yang Nyata Biarkan Moeldoko 'Copet' Demokrat
31 Mei 2023 11:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Eks Wamenkumham Denny Indrayana turut bicara soal cawe-cawe Presiden Jokowi. Ia meyakini Jokowi tak hanya cawe-cawe untuk kepentingan bangsa, melainkan juga demi tujuan tertentu.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang disinggung Denny yakni cawe-cawe yang nyata dilakukan oleh Jokowi adalah saat membiarkan anak buahnya, KSP Moeldoko 'merebut' Partai Demokrat.
Saat ini Moeldoko tengah mengajukan gugatan peninjauan kembali (PK) soal pengurusan Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Denny, jika Jokowi netral, seharusnya tindakan Moeldoko tidak dibiarkan.
"Cawe-cawe Presiden Jokowi yang nyata adalah saat membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko "mencopet" Partai Demokrat. Saya meminjam istilah copet dari Romahurmuziy PPP. Saya berpendapat, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo Kepala Stafnya sendiri," ungkap Denny dalam keterangan tertulis, Rabu (31/5).
"Tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju. Kalau ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah, tetapi wajar memecat Moeldoko. Jokowi tidak bisa mengatakan pencopetan partai sebagai hak politik Moeldoko. Mencopet partai yang sah adalah kejahatan," tambah Denny yang menetap di Australia ini.
Denny juga mengeklaim telah mendapat informasi, bahwa PK Moeldoko sudah diatur siasat menangnya. Ia mengatakan punya relasi advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK.
ADVERTISEMENT
Denny mengungkap para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat memenangkan PK Moeldoko di MA.
"Dalam podcast kami bersama Bambang Widjojanto, Novel Baswedan mengatakan tidak ditahannya Sekretaris MA Hasbi Hasan adalah indikasi kuat, adanya upaya pengaturan tukar guling perkaranya di KPK, dengan pemenangan PK Moeldoko di MA," terang Denny.
"Secara teori, cawe-cawe Jokowi lewat tangan Moeldoko yang diduga mencopet Demokrat, adalah kejahatan yang mestinya membuka pintu pemecatan presiden. Di Amerika Serikat, Presiden Richard Nixon harus mundur untuk menghindari proses impeachment, karena skandal watergate. Yaitu ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap di masa kampanye," tambah dia.
Terkait cawe-cawe ini, Denny bahkan berharap Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk ikut waspada.
ADVERTISEMENT
"Jokowi bukan hanya memasang alat sadap, tetapi melalui Moeldoko, berusaha "mencopet" Partai Demokrat. Bayangkan, demi menggagalkan pencalonan Anies Baswedan, Presiden Jokowi sampai tega membajak partainya Presiden Ke-6 SBY," ujar dia.
"Rasa-rasanya, Ibu Megawati tidak mau partai politik didzalimi, sebagaimana di era Orde Baru PDI Mega dikuyo-kuyo PDI Soerjadi. Saatnya Petugas Partai Jokowi dihentikan cawe-cawe yang melanggar konstitusi," sambungnya.
Terkait penggagalan Anies ini, Denny menilai sangat terlihat jelas dari langkah Jokowi dalam memilih paslon tertentu.
"Tidak boleh wasit mendukung tim Prabowo, Ganjar Pranowo, sambil berusaha mendiskualifikasi tim Anies Baswedan. Presiden yang tidak netral, melanggar amanat konstitusi untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil," sambung dia.
Presiden Jokowi bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media, Senin (29/5) di Istana Kepresidenan. Salah satu yang dibahas soal cawe-cawe dalam Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Usai pertemuan, Wapemred Kompas Yogi Nugraha mengatakan Jokowi banyak membahas soal cawe-cawe. Namun katanya, terkait kepentingan negara.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menegaskan Jokowi tak akan mengendorse paslon tertentu. Soal paslon, ia menilai Jokowi netral.
"Lho, cawe-cawe kan bukan untuk berikan dukungan ke siapa. Kan untuk ciptakan iklim demokrasi yang lebih baik, yang tidak melanggar peraturan apa pun. Nggak, presiden nggak akan mengendorse," ujar Pramono usai menghadiri rapat DPR, Senin (30/5).