Denny Indrayana: DPR Membangkang dari Putusan MK yang Final Binding

21 Agustus 2024 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI gelar rapat untuk membahas terkait revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah pada Rabu (21/8/2024).  Foto: Alya Zahra/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI gelar rapat untuk membahas terkait revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah pada Rabu (21/8/2024). Foto: Alya Zahra/Kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Legislatif (Baleg) DPR RI secara cepat menyepakati revisi UU Pilkada. Salah satunya soal batas usia untuk maju Pilkada.
ADVERTISEMENT
Baleg menyepakati, UU Pilkada mengacu pada putusan Nomor 23 P/HUM/2024 diketok pada 29 Mei 2024. Putusan tersebut mengubah syarat usia calon kepala daerah.
Putusan MA itu menyebut calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat dilantik sebagai pasangan calon.
Dengan begitu, Baleg tak mengindahkan putusan MK nomor 70 menyebut seseorang bisa maju Pilkada bila usia 30 tahun saat penetapan. Penetapan calon dijadwalkan 22 September 2024.
Pengamat Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, menilai DPR telah membangkang dari putusan MK yang telah final and binding.
"Harusnya DPR tunduk pada putusan MK yamg final and binding untuk makna konstitusionalitas syarat umur. Pembangkangan kepada putusan MK akan merusak tatanan ketatanegaraan kita, apalagi oleh DPR yang seharusnya menjadi contoh," kata dia, Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sikap DPR tersebut justru merusak tatanan konstitusi. Bahkan, lanjutnya, cara DPR yang menetapkan aturan itu dengan menentukan opsi putusan yang dipilih dianggap dipaksakan untuk pemenangan Pilkada oleh pihak tertentu.
"Semuanya dipaksakan untuk strategi pemenangan Pilkada oleh oligarki parpol penguasa yang menyalahgunakan tirani mayoritas. Harus dilawan," tegasnya.
Kendati begitu, Denny menuturkan bahwa sebenarnya tak ada posisi aturan yang lebih tinggi antara putusan MA dengan MK. Akan tetapi, kata dia, putusan MK lebih memiliki dasar konstitusional.
"Tidak ada yang lebih tinggi satu dengan yang lain, tetapi putusan MK yang lebih punya dasar konstitusional. Putusan MA cenderung berbau politicking untuk meloloskan Kaesang," pungkas eks Wamenkumham tersebut.
Hal senada juga diutarakan pakar hukum Kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini. Ia menyebut, putusan MK mesti dihormati oleh seluruh elemen bangsa, termasuk oleh DPR.
Denny Indrayana. Foto: Dok. Istimewa
"MK adalah penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD NRI Tahun 1945 dalam sistem hukum Indonesia. Pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus menghormati dan tunduk pada Putusan MK," cuit dia di akun X miliknya, Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
Ia pun meminta DPR tidak hanya tunduk pada putusan MK Nomor 90 yang membuka karpet merah bagi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju di Pilpres 2024 lalu.
Saat itu, Gibran belum memenuhi syarat minimal usia untuk maju di Pilpres. Batas usia pun digugat ke MK hingga akhirnya dikabulkan. MK mengabulkan untuk menambah frasa syarat capres-cawapres, dari hanya minimal usai 40 tahun menjadi minimal usia 40 tahun atau pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah.
"Jangan hanya mau tunduk pada Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia capres," kata Titi.
Menurut Titi, putusan MK tersebut telah bersifat final dan mengikat. Apabila dilanggar dan terus dibiarkan, ia menilai Pilkada 2024 telah inkonstitusional untuk diselenggarakan.
ADVERTISEMENT
"Jelas Putusan MK final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes. Kalau sampai disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi dan bila terus dibiarlan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan," tutupnya.
Adapun dengan adanya kesepakatan Baleg menggunakan putusan MA, Kaesang bisa maju. Sebab, pelantikan pasangan calon dilakukan tahun depan. Artinya usia Kaesang sudah 30 tahun.
Dalam rapat ini, pemerintah yang diwakili MenkumHAM Supratman Andi Agtas juga menyepakati hal ini.
"Ini kan usulan dari DPR maka pemerintah ikut saja kesepakatan di parlemen. Karena sebagai bahan penghargaan, maka kalau bisa bulat memutuskan kami ikut saja," kata Supratman.
Rapat pembahasan RUU Pilkada masih ditingkat Baleg. Rapat ini, merupakan rapat Panja Baleg membahas RUU Pilkada.
ADVERTISEMENT
Setelah forum Panja RUU Pilkada menyepakati semua DIM yang ada, hasilnya akan dibawa ke Paripurna. Barulah RUU Pilkada disahkan di tingkat paripurna untuk disahkan.
Hanya PDIP Menolak
Kesepakatan telah diketok. Hanya PDIP yang menolak UU Pilkada mengindahkan putusan MK kemarin.
"Kami hanya sekadar mengingatkan kita urung rembug, ada putusan yang sudah jelas harus kita akomodir. Putusan 60 sudah jelas dua duanya mengenai threshold dan usia," kata Arteria.
"Jangan sampai rapat kita yang dihadiri pakar hukum tata negara sia-sia. Apakah keputusan itu clear and clear sudah penetapan calon? Sesuai nalar saja begitu," tutup dia.