Denny Indrayana Minta Anwar Usman Dipecat dan Putusan MK Perkara 90 Dibatalkan

31 Oktober 2023 11:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) gelar sidang perdana dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Ketua MK Anwar Usman dkk hari ini, Selasa (31/10). Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) gelar sidang perdana dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Ketua MK Anwar Usman dkk hari ini, Selasa (31/10). Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
Denny Indrayana meminta Anwar Usman dipecat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga meminta agar putusan perkara nomor 90 terkait syarat Capres-cawapres yang diketok beberapa lalu, dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Permintaan tersebut termuat dalam petitum permohonan Denny Indrayana dalam laporannya terkait dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dalam memutus atau mengubah frasa Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2027.
Berikut petitum lengkap Denny Indrayana yang dibacakan pada sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (31/10):
Menerima laporan Pelapor untuk seluruhnya;
ADVERTISEMENT
Atau:

Dasar Pembatalan Putusan 90

Kuasa Hukum Partai Ummat, Denny Indrayana menghadiri mediasi antara Partai Ummat dan KPU di Kantor Bawaslu RI, Senin (19/12). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Denny menjelaskan, bahwa meskipun bersifat final dan langsung berlaku, putusan MK tetap memungkinkan dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ia merujuk pada UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009.
Denny mengatakan, Pasal 13 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman menegaskan akibat hukumnya adalah putusan batal demi hukum.
ADVERTISEMENT
"Lebih jauh, masih terkait konsep tidak sahnya suatu putusan pengadilan, selain karena tidak dibacakan di hadapan yang terbuka untuk umum, juga karena hakim tidak mundur dalam penanganan perkara di mana sang hakim mempunyai benturan kepentingan, yaitu yang di awal laporan a quo dikenal dengan konsep judicial disqualification atau recusal," kata Denny dalam permohonannya.
Kata dia, UU Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa ”seorang hakim … wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa”.
"Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah, '…putusan dinyatakan tidak sah' (lihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman)," pungkas caleg Demokrat ini.
ADVERTISEMENT