Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Densus 88 Dalami Dugaan Hubungan Khilafatul Muslimin dengan Jaringan Teroris
7 Juni 2022 17:09 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Polda Metro Jaya menangkap pemimpin Khilafatul Muslimin , Abdul Qadir Hasan Baraja di wilayah Lampung. Penangkapan tersebut juga mendapat perhatian dari Densus 88 Anti Teror Polri.
ADVERTISEMENT
Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, pihaknya akan mendalami dugaan hubungan Khilafatul Muslimin dengan jaringan terorisme.
Sebab, Khilafatul Muslimin tercatat punya histori kedekatan dengan tindak pidana terorisme.
"Mengingat secara historis pernah ada keterkaitan kelompok ini dengan tindak pidana terorisme," kata Aswin saat dihubungi, Selasa (7/6).
Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan memang jadi dijerat dengan Undang-undang ormas dan ITE. Hal itu pun tak dipermasalahkannya, Aswin menyebut, pihaknya akan memantau pergerakan Khilafatul Muslimin
"[penangkapan Abdul Qadir] Bukan tindak pidana terorisme. Namun demikian, kita akan monitor,” ujar Aswin.
Rekam Jejak Abdul Qadir Hasan Baraja, Pimpinan Tertinggi Khilafatul Muslimin
Abdul Qadir diketahui merupakan pendiri Khilafatul Muslimin. Organisasi itu didirikannya pada 1997 silam.
ADVERTISEMENT
Menurut Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, Abdul Qadir juga merupakan mantan anggota NII.
NII merupakan organisasi terlarang di Indonesia. Mereka bertujuan membentuk negara Islam.
Selain itu, pria kelahiran Agustus 1944 itu juga menjadi salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki bersama dengan Abu Bakar Basyir.
"Serta ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tahun 2000," kata Ahmad dalam keterangannya.
Selain itu, Abdul Qadir Baraja ini diketahui merupakan mantan napi kasus terorisme. Dia pernah 2 kali dipenjara.
"Pertama pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman, ditahan selama 3 tahun," ungkap Ahmad.
"Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun, berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985," tambah dia.
ADVERTISEMENT