Densus 88 ke Filipina Bantu Selidiki 2 Pengebom Gereja yang Diduga WNI

4 Februari 2019 7:36 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang anggota Angkatan Darat Filipina berjalan di dalam sebuah Gereja usai ledakan bom di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina. Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anggota Angkatan Darat Filipina berjalan di dalam sebuah Gereja usai ledakan bom di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina. Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
Tim Detasemen Khusus 88 antiteror Polri dikirim ke Filipina, Minggu (3/11), untuk membantu otoritas setempat mengidentifikasi dua pengebom gereja yang diduga WNI. Pengeboman yang terjadi Minggu lalu (27/1) di Jolo, Provinsi Sulu, menewaskan setidaknya 22 orang dan ratusan lainnya terluka.
ADVERTISEMENT
Namun tidak disebutkan berapa jumlah anggota Densus 88 yang berangkat ke Filipina. Termasuk apa saja yang akan mereka kerjakan selama proses penyelidikan kasus ini berlangsung. Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano mengatakan pelaku bom bunuh diri adalah pasangan suami istri asal Indonesia. Menurutnya, pelaku pria bernama Abu Huda dan telah menetap lama di Provinsi Sulu. Sementara istrinya, yang tidak disebut namanya, baru tiba di Filipina beberapa hari sebelum keduanya mengebom gereja Katolik itu. Sebelum melancarkan aksinya, pasangan WNI tersebut diduga telah menerima bantuan dari Abu Sayyaf, kelompok separatis ekstrimis di Filipina.
Sejumlah petugas evakuasi korban ledakan bom di Gereja Jolo, Filipina. Foto: Twitter/@philredcross
Sementara itu, menurut Presiden Rodrigo Duterte sebagaimana diberitakan Strait Times, pada saat kejadian istri Abu Huda diketahui mengenakan sebuah salib dan kemudian meledakkan bom di dalam gereja. Lalu, sang suami beberapa menit kemudian meledakkan bom di luar gereja.
ADVERTISEMENT
Rodrigo Duterte Foto: Reuters
Selepas pengeboman, masyarakat Filipina dihantui ketakutan mendalam. Pengamanan di sejumlah tempat umum, seperti gereja dan mal, turut ditingkatkan oleh aparat setempat. Atas tudingan itu, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menyebut sikap Filipina begitu terburu-buru. Pemerintah Filipina menuding tanpa melalui proses verifikasi terlebih dahulu. “Sejauh ini aparat keamanan Filipina belum punya bukti bahwa itu adalah WNI karena pengecekan DNA juga belum selesai,” kata Iqbal kepada kumparan.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Di satu sisi, pemerintah Indonesia juga masih berusaha menggali identitas Abu Huda. "Kita masih mencari identitas Abu Huda sebenarnya dan melacak jaringannya bagaimana," ujar seorang pemerintah Indonesia yang enggan disebut identitasnya kepada Strait Times. Menurut pengamat terorisme dan direktur The Comunity of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, klaim yang disampaikan pemerintah Filipina tidak bisa dibuktikan secara fakta. Ini juga bukan kali pertama warga Indonesia dituduh terlibat terorisme di Filipina, tapi tidak terbukti. "Kenapa Filipina mengkambinghitamkan WNI, sebab produk intelijen mereka lemah hanya membangun hipotesa yang basisnya adalah analogi," ujar Harits kepada kumparan, Minggu (3/2).
ADVERTISEMENT