Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Empat hari usai menggelar pemeriksaan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU ) Hasyim Asy’ari, anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Tio Aliansyah menuju Lampung untuk menghadiri kegiatan peluncuran Pilgub Lampung, Bandar Lampung, Sabtu, 27 April 2024.
Dalam sambutannya, Tio menyampaikan bahwa pemilu tidak akan sukses jika penyelenggara pemilu tidak netral. Pernyataan itu ia ucapkan di depan peserta pemilu yang hadir dalam kegiatan tersebut.
“Pemilu damai tidak akan terwujud kalau penyelenggara tidak berintegritas, tidak adil, atau malah jadi tim sukses bakal calon,” kata Tio saat itu.
Dalam kesempatan itu, ia mengajak kepada seluruh masyarakat untuk melaporkan secara langsung kepada DKPP apabila melihat KPU , Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), atau Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) tidak netral selama penyelenggaraan pilkada November 2024 nanti.
Sementara Tio mengeluarkan imbauan itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari malah telah mendapat 10 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik. Lima di antaranya berujung sanksi etik hingga teguran keras. Sementara empat aduan lain masih dalam proses persidangan.
Hasyim misalnya mendapat satu teguran etik keras saat menemani Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni alias Wanita Emas, berziarah. Terbaru, Hasyim dilaporkan atas dugaan kasus asusila terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Di luar dugaan pelanggaran asusila tersebut, Hasyim telah empat kali terbukti melanggar kode etik hingga berujung teguran keras dalam persidangan tertutup bersama DKPP.
Berikut empat pelanggaran cacat etik bekas Kepala Satuan Koordinasi Wilayah Banser Jawa Tengah periode 2014-2018 itu.
Kisruh Pencoretan Calon DPD Sumbar
Pada 20 Maret 2024 Hasyim Asy’ari terbukti melanggar etik dan mendapat sanksi peringatan keras dari DKPP untuk kesekian kalinya akibat tidak memeriksa secara teliti calon DPD RI dapil Sumatera Barat, Imran Gusman.
Saat itu, Irman Gusman merupakan mantan Ketua DPD RI (2009-2016). Dia berstatus eks terpidana korupsi. Akibat dari keteledoran ini, nama Irman sempat tercatat sebagai daftar calon semeptara (DCS) DPD RI setelah mendapat syarat awal dari KPU calon anggota DPD.
Irman Gusman baru dinyatakan tidak memenuhi syarat lantaran adanya laporan dari masyarakat setelah tahapan penetapan DCS. Padahal, seharusnya Irman sejak awal tidak dapat ditetapkan sebagai calon senator karena adanya putusan MK yang menyatakan bahwa eks terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih perlu menunggu lima tahun masa jeda usai bebas untuk maju sebagai caleg.
Irman sendiri baru bebas murni pada 26 September 2019. Dengan demikian, mengacu pada ketentuan MK yang tertuang pada Nomor 12/PUU-XXI/2023, maka belum memenuhi masa jeda untuk maju sebagai caleg pada Pemilu 2024.
Ketidaktelitian KPU makin terlihat setelah DKPP memaparkan hasil rangkaian persidangan bahwa KPU tidak pernah melakukan upaya klarifikasi ke Irman Gusman.
“Tidak pernah dilakukan klarifikasi oleh para teradu ke pengadu,” kata anggota DKPP Tio Aliansyah membacakan putusan.
Setelah mendapat teguran keras dari DKPP, KPU akhirnya memutuskan untuk mencoret nama Irman Gusman. Sebagai catatan, Irman sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara mengenai putusan DKPP.
"Terhadap Putusan PTUN tersebut demi konstitusi, putusan PTUN tersebut tidak dapat dilaksanakan (non executable) karena bertentangan dengan konstitusi," kata Ketua Divisi Hukum KPU, M. Afifuddin, Rabu (20/12).
Pencalonan Gibran Rakabuming
Kurang dari sebulan sebelum terbukti melanggar kode etik pencoretan nama Irman Gusman dalan daftar calon sementara DPD RI, Hasyim dan anggotanya telah mendapat pelanggaran etik berat akibat meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming sebagai cawapres dan mengikuti tahapan pemilu 2024.
Saat itu Hasyim mendapat teguran keras oleh DKPP bersama anggota KPU lainnya Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari sejak keputusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan, Senin (5/2).
Adapun laporan ini diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara (Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), Petrus Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Laporan perkara itu menyatakan pendaftaran Gibran sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023 oleh KPU itu dianggap tidak sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Sebab, KPU belum merevisi PKPU usai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut meloloskan Gibran maju sebagai calon wakil presiden meski belum berusia 40 tahun.
Cacat Etik Soal Hitungan Kuota Minimal Caleg Perempuan
Hasyim juga dikenai sanksi peringatan keras pada 10 Oktober 2023 oleh DKPP. Dia dinyatakan melanggar kode etik sehubungan dengan Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU 10 Tahun 2023 mengenai perhitungan pembulatan ke bawah dari 30 persen pencalonan perempuan dalam pemilu DPR/DPRD.
Perubahan dalam aturan KPU itu merujuk pada cara penghitungan 30 persen legislatif yang sebelumnya dilakukan pembulatan ke bawah jika dua tempat desimal di belakang koma bernilai di bawah 50.
Sebagai gambaran, perhitungan sederhananya yaitu jika caleg perempuan dalam sebuah dapil berjumlah 10, maka setidaknya harus ada 3 caleg perempuan (30%). Namun, jika caleg perempuan di sebuah dapil hanya berjumlah 7 orang, maka 30% hanya sekitar 2 caleg (pembulatan dari 2,1).
Maka, 2 caleg sesungguhnya kurang dari 30%. Perkara ini membuat keterlibatan caleg perempuan berpotensi lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya.
Namun, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU 10 Tahun 2023 itu. Pasal tersebut dinilai melanggar UU No. 7 Nomor 2017 tentang Pemilu. Hal ini membuat KPU merevisi kembali pasal bermasalah tersebut, dan Hasyim menyatakan telah melakukan diskusi dengan Bawaslu dan DKPP.
"Kami merespons masukan dari berbagai kalangan sepakat untuk dilakukan sejumlah perubahan dalam PKPU no 10/2023 terutama berkaitan dengan cara penghitungan 30 persen jumlah bakal calon DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota perempuan di setiap daerah pemilihan," ujar Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (10/5).
DKPP menilai Hasyim seharusnya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang kepemiluan. Sikap KPU ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang berdampak bagi peserta pemilu.
Pasalnya, jauh sebelum MA membatalkan pasal tersebut, KPU sempat menyatakan secara terbuka akan merevisi pasal bermasalah itu. Akan tetapi, sikap KPU tiba-tiba berubah setelah dilakukan pertemuan dengan anggota Komisi II DPR RI lewat beberapa kali rapat.
Perkara Rekrutmen Anggota KPU Nias Utara
Ada pula teguran kepada Hasyim terkait kasus rekrutmen calon anggota KPU Kabupaten Nias Utara periode 2023-2028. Kasus ini diadukan oleh Linda Hepy Kharisda Gea.
Linda merupakan calon anggota KPU Kabupaten Nias Utara terpilih periode 2023-2028. Tetapi Hasyim tiba-tiba mencoret namanya sehingga Linda gagal dilantik. Linda pun melaporkan Hasyim, Ketua KPU Provinsi Sumut Agus Arifin, dan Sekretaris KPU Kabupaten Nias Petrus Hamonangan ke DKPP. Ketiganya mendapat sanksi etik berupa teguran keras.
DKPP menemukan bahwa Hasyim melakukan ini karena mendengar bahwa Linda masih menjadi anggota partai politik-yang tidak diperbolehkan menurut UU Pemilu. Namun, Hasyim tidak melakukan klarifikasi langsung kepada Linda. DKPP menilai bahwa Hasyim seharusnya berbicara langsung dengan Linda untuk memeriksa kabar tersebut.
Sidang Masih Berjalan
Di luar beberapa sanksi etik tersebut, Hasyim tengah menjalani pemeriksaan sidang dugaan pelanggaran etik dalam empat kasus berbeda.
Perkara pertama bernomor 19-PKE-DKPP/I/2024 diadukan oleh Nus Wakerwa. Ia mengadukan Hasyim Asy’ari, Parsadaan Harahap, dan Mochammad Afifuddin (Ketua dan Anggota KPU RI) sebagai Teradu I sampai III.
Nus mendalilkan Teradu I sampai III telah lalai dan tidak cermat dalam menentukan serta menetapkan anggota KPU Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, periode 2023 – 2028.
Adapun perkara kedua bernomor 11-PKE-DKPP/I/2024. Perkara ini diadukan Dendi Priatna. Ia mengadukan Hasyim Asy’ari, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz (Ketua dan Anggota KPU RI) masing-masing sebagai Teradu I sampai VII.
Para komisioner KPU tersebut didalilkan tidak profesional dan melanggar sejumlah peraturan dalam menetapkan keanggotaan tim seleksi calon anggota KPU Kabupaten Cianjur, KPU Kabupaten Sukabumi, KPU Kota Depok, dan KPU Kota Sukabumi, Jawa Barat, periode 2023 – 2028. Menurut Dendi, hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemilihan ulang calon anggota KPU Kabupaten Cianjur periode 2023 – 2028.
Kemudian perkara nomor 33-PKE-DKPP/II/2024 yang diadukan oleh Ardiansyah Wailissa. Ia mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari beserta enam Anggota KPU RI, yaitu Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Pengadu mendalilkan para Teradu tidak bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat dalam proses seleksi anggota KPU Provinsi Maluku periode 2024-2029.
Adapun perkara keempat yang menjerat Hasyim terkait dugaan asusila terhadap anggota PPLN. Informasi yang diterima kumparan, aduan perkara tersebut sudah memenuhi syarat verifikasi materi dan menunggu jadwal sidang.
DKPP Dinilai Bagian dari Masalah
Program Manager Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyoroti perbedaan sikap penanganan kasus oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurutnya, DKPP telah menunjukkan ketidakadilan dan kurangnya ketegasan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran. Ia mencontohkan bagaimana Mantan Ketua KPU Arief Budiman langsung dicopot dari jabatannya akibat mendapat teguran etik sekali saja.
Arief pada waktu itu menemani bekas Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam sidang gugatan di PTUN. Evi Novida Ginting Manik telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Sementara itu Hasyim yang telah berkali-kali mendapat teguran keras selalu lolos dari jeratan pemecatan. Fadli berpendapat bahwa DKPP seharusnya lebih tegas dan adil dalam menangani kasus-kasus tersebut.
“Bagi saya, DKPP itu sudah bagian dari masalah dalam penyelenggaraan tahun ini 2024,” kata dia, Jumat (26/2).
Ia juga menyoroti bagaimana KPU mengabaikan keputusan Mahkamah Agung terkait pencalonan mantan terpidana untuk anggota legislatif dan pencalonan 30 persen perempuan, namun DKPP hanya memberikan peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari.