Deretan Dalil Praperadilan Hasto Lawan KPK: Pemeriksaan, SPDP, hingga Penyitaan

5 Februari 2025 17:55 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang perdana gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melawan KPK, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang perdana gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melawan KPK, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjalani sidang perdana gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2). Agenda sidang perdana tersebut yakni pembacaan permohonan oleh pihak Hasto selalu Pemohon.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Hasto membeberkan sejumlah dalil gugatannya. Apa saja?

Tak Pernah Diperiksa sebagai Calon Tersangka atau Saksi

Kuasa hukum Hasto, Todung Mulya Lubis, mengeklaim bahwa kliennya tidak pernah diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah sebagai calon tersangka.
Menurutnya, hal tersebut justru bertentangan dengan KUHAP maupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.
"Penetapan tersangka terhadap Pemohon tanpa pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu telah bertentangan dengan KUHAP dan putusan MK 21/PUU/2014," kata Todung membacakan dalil gugatannya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2).
Padahal, dalam ketentuan itu, lanjut dia, proses penetapan tersangka dan penyidikan seseorang hingga menjadi tersangka harus adanya bukti permulaan, yaitu minimal dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan bahwa hal itu perlu ditempuh untuk transparansi dan perlindungan hak asasi.
"Pertimbangan yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka adalah untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum ditetapkan sebagai tersangka sudah memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang ditemukan oleh penyidik," beber dia.
Todung menyebut, bahwa pemeriksaan Hasto sebagai saksi untuk kasus Harun Masiku pada Juni 2024 lalu tidak bisa disebut sebagai pemeriksaan calon tersangka.
"Bahwa dalam perkara ini, Pemohon belum pernah memberikan keterangannya atas perkara baik Sprindik 153 tanggal 23 Desember 2024 terkait dugaan suap dan Sprindik 152 tanggal 23 Desember 2024 atas dugaan merintangi penyidikan," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka dilakukan tanpa pernah memanggil atau meminta keterangan terlebih dahulu secara resmi sebagai saksi atau calon tersangka dalam perkara yang menjeratnya.
ADVERTISEMENT
"Dalam perkara ini pemeriksaan terhadap Pemohon tidak membahas sama sekali terkait tuduhan atau sangkaan yang dilakukan oleh penyidik," jelasnya.

Penetapan Tersangka Terkesan Terburu-buru

Tim pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Todung juga mengungkapkan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya terkesan terburu-buru. Pasalnya, klaim dia, KPK menjerat Hasto menjadi tersangka tanpa melalui proses penyelidikan terlebih dahulu.
"Bahwa sehubungan perkara ini, Termohon secara nyata menetapkan Pemohon sebagai tersangka tanpa melalui proses penyelidikan terlebih dahulu, yang seharusnya dimulai dengan surat perintah untuk penyelidikan," ucap dia.
Menurutnya, KPK justru langsung menyatakan kedudukan Hasto sebagai tersangka sesudah memberikan putusan akan menjalankan proses penyidikan, sebagaimana tertuang dalam dua surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) Nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Nomor B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
"Penetapan tersangka atas diri Pemohon ini terkesan terburu-buru karena tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari hasil penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan dan pemeriksaan saksi-saksi lainnya dalam perkara yang melibatkan Pemohon," imbuhnya.
"Oleh karenanya, perbuatan Termohon tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan Termohon dan bentuk ketidakpatuhan atau pembangkangan Termohon pada proses hukum acara pidana," sambung dia.

Penetapan Tersangka Tidak Jelas karena SPDP Kontradiktif

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kuasa hukum Hasto yang lainnya, Ronny Talapessy, menilai bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak jelas karena kontradiktif dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum.
Dalam menjerat Hasto sebagai tersangka, KPK mengeluarkan dua SPDP yang dinilai mengandung kontradiksi.
Kedua SPDP ini, lanjutnya, mengandung kontradiksi dan memuat pernyataan yang tidak masuk di akal dan patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi.
ADVERTISEMENT
"Bahwa alasan ini tidak logis menurut akal sehat sebab ketika Pemohon bersama-sama orang lain melakukan perbuatan pidana merintangi penyidikan terhadap perbuatan pidana yang dilakukan Harun Masiku dan Saeful Bahri itu memberi hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan. Tapi pada saat yang sama, Pemohon bersama Harun Masiku dan kawan-kawan juga disangka memberi hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan," beber dia.
Padahal, dalam perkara dugaan suap Harun Masiku, terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri telah menjalani hukuman dan menjadi terpidana.
"Maka, kedua SPDP itu, juga telah menciptakan ketidakadilan baru dan ketidakpastian hukum terhadap para terpidana dimaksud," katanya.

Protes Pengembangan Penyidikan KPK

Dalam persidangan itu, kuasa hukum Hasto lainnya, Patra Zen, turut memprotes cara KPK dalam melakukan pengembangan penyidikan kasus dugaan suap Harun Masiku yang akhirnya menyeret kliennya sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Padahal, kata dia, kasus itu telah bergulir di persidangan hingga berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Mereka yang sebelumnya telah disidang itu adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri.
"Bahwa pengembangan dilakukan oleh Termohon dalam penyidikan yang baru saja dimulai tidak boleh bertentangan dengan fakta hukum dan pertimbangan hakim yang telah muncul di persidangan," kata Patra.
Ia juga mengeklaim bahwa tidak ada keterlibatan kliennya dalam perkara dugaan suap Harun Masiku. Termasuk juga pemberian dana suap untuk pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI Harun Masiku.
"Jika ditinjau secara mendalam putusan pada dua perkara sebelumnya, secara jelas tidak ditemukan fakta hukum ataupun pertimbangan Majelis Hakim terkait sumber dana suap Harun Masiku berasal dari Pemohon," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Patra menyebut bahwa dana suap PAW DPR RI untuk Wahyu Setiawan justru berasal dari Masiku sendiri.
"Tidak terlibatnya Pemohon juga dibuktikan dari pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 28 yang mempertimbangkan bahwa pemberian dana operasional tahap pertama dan kedua kepada terdakwa Wahyu Setiawan berasal dari Harun Masiku," pungkasnya.

Penyitaan Barang Milik Hasto Sewenang-wenang

Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy jelang sidang praperadilan melawan KPK, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Selain itu, Ronny juga menyatakan bahwa KPK telah melakukan penyitaan terhadap barang milik Hasto dilakukan secara sewenang-wenang dan melanggar KUHAP.
Menurutnya, proses penyitaan oleh penyidik lembaga antirasuah terhadap barang milik Hasto dilakukan dengan tidak sesuai prosedur.
Hal ini terkait saat pemeriksaan Hasto sebagai saksi pada 10 Juni 2024 lalu. Dalam pemeriksaan itu, ia mengungkapkan bahwa pemeriksaan kliennya berlangsung singkat, tetapi harus menunggu selama empat jam.
ADVERTISEMENT
Persoalan itu, kata dia, ternyata baru diketahui Hasto lantaran stafnya bernama Kusnadi telah diperiksa, digeledah, dan barang-barangnya disita oleh KPK.
Padahal, saat itu, Kusnadi hadir bukan dalam kapasitasnya sebagai saksi yang dipanggil dengan surat pemanggilan resmi.
"Karenanya, tindakan KPK yang tanpa pemberitahuan dan surat resmi itu, sangat tidak profesional," ucapnya.

Kuasa Hukum Minta Hakim Nyatakan Penetapan Tersangka Hasto Tidak Sah

Dalam petitum gugatannya, kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menilai bahwa penetapan tersangka oleh KPK terhadap kliennya telah sewenang-wenang. Oleh karenanya, Maqdir pun meminta hakim tunggal PN Jakarta Selatan untuk menyatakan bahwa penetapan tersangka tersebut tidak sah.
"Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal," tutur Maqdir membacakan petitumnya, Rabu (5/2).
ADVERTISEMENT
Maqdir juga meminta hakim memutuskan bahwa larangan bepergian ke luar negeri terhadap Hasto adalah tidak sah.
"Memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3x24 jam sejak putusan ini dibacakan," imbuh dia.
"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon," ujarnya.

Kasus Hasto

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam perkara dugaan suap oleh Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
ADVERTISEMENT
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.